thumbnail-cadangan NABI KHIDIR DAN NABI ILYAS HIDUP SAMPAI HARI KIAMAT Di dalam kitab “Al-Asror Rabbaniyyah wal Fuyudhatur Rahmaniyyah” karya Syeikh Ahmad Shawi Al-Maliki halaman 5 diterangkan yang artinya sebagai berikut: Telah berkata guru dari guru-guru kami, Sayyid Mushtofa Al-Bakri: Telah berkata Al-’Ala’i di dalam kitab tafsirnya bahwa sesungguhnya Nabi Khidir as dan Nabi Ilyas as hidup kekal sampai hari

Sultan Maulana Hasanuddin (Banten)



Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh
Menara Banten
Bismillahirrahmannirrahim

Dengan kesempatan baik ini saya ingin memberikan sedikit sejarah tentang kerajaan Banten Yakni Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Sultan Maulana Hasanuddin sangatlah berpengaruh dalam penyebaran Islam di Banten, karna beliau adalah seorang Sultan yg pertama kali menjadi penguasa di kerajaan Islam di Banten, beliau mendirikan Kseultanan Banten, bahkan beliau mendapatkan gelar  Pangeran Sabakingking atau Seda Kikin, gelar tersebut di persembahkan dari kakeknya yaitu Prabu Surasowan pada masa itu Prabu Surasowan menjabat menjadi Bupati di Banten
Sultan Maulana Hasanuddin adalah putera dari Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) dan Nyi Kawunganten (Putri Prabu Surasowan), beliau adalah seorang sultan yg mengerti akan ekonomi dan politik.
Prabu Surasowan wafat, namun kini pemerintahan banten di wariskan kepada anaknya, yakni Arya Surajaya (Prabu Pucuk Umun), di mana pada masa itu Arya Surajaya menganut Agama Hindu, pada pemerintahan Arya Surajaya, Syarif Hidayatullah kembali ke Cirebon atas panggilan dari kepengurusan Bupati  di Cirebon, karna Pangeran Cakrabuana wafat, Lalu Syarif Hidayatullah di angkat menjadi Bupati di Cirebon sekaligus menjadi Susuhanan Jati. Sedangkan puteranya, Hasanuddin memilih menjadi Guru Agama Islam di Banten, bahkan beliau di kenal memiliki banyak Santri di wilayah Banten, lalu beliau mendapatkan gelar Syaikh menjadi Syaikh Hasanuddin.
Meskipun beliau menetap di Banten, namun beliau tetap menjenguk sang Ayah di Cirebon untuk bersilahturahmi, setelah sering bersilahturahmi, beliau mendapatkan tugas dari Ayahnya untuk meneruskan Tugas Sang Ayah yakni menyebarkan Agama Islam di Banten.
“Putraku, Hasanuddin! Kini Engkau sudah dewasa. Pengetahuan agamamu pun sudah cukup mumpuni. Saatnya pengetahuan itu kau sebarkan kepada seluruh rakyat Banten,” ujar Syekh Syarif Hidayatullah.
“Baik, Ayah,” jawab Pangeran Hasanuddin seraya berpamitan kembali ke Banten.
Setiba di Banten, Syaikh Maulana Hasanuddin melanjutkan misi dakwah ayahnya. Bersama para santrinya, beliau berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya, mulai dari Gunung Pulosari, Gunung Karang atau Gunung Lor, hingga ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon.
Pada masa pemerintahan Prabu Pucuk Umun, hubungan antara Prabu Pucuk Umun dan Sultan Maulana Hasanuddin sangatlah buruk yang tidak di pahami oleh Masyarakat, Prabu Pucuk Umun tetap bersih Kukuh untuk mempertahankan Ajaran Sunda Wiwitan (agama Hindu sebagai agama resmi di Pajajaran) di Banten, namun tidak sedemikian dengan Syaikh Maulan Hasanuddin, beliau terus melanjutkan Dakwahnya dengan Lancar.
Namun pada masa itu Prabu Pucuk Umun menantang Syaikh Maulana Hasanuddin untuk berperang, namun bukan berperang untuk duel, namun beradu Ayam, karna jika berperang secara duel akan menimbulkan korban yg banyak, itulah alasan Prabu Pucuk Umun mengapa berperang beradu ayam karna tidak ingin menimbulkan banyak korban.
“Wahai, Mualana Hasanuddin. Jika kamu ingin menyebarkan Islam di daerah Banten, kalahkan dulu ayam jagoku! Jika kamu berhasil memenangkan pertarungan ini, jabatanku sebagai Bupati Banten Girang akan kuserahkan kepadamu. Tapi ingat, jika kamu yang kalah, maka kamu harus menghentikan dakwahmu itu,” kata Prabu Pucuk Umum.
“Baiklah, kalau itu yang Prabu inginkan. Hamba menerima tantangan itu,” jawab Maulana Hasanuddin.
Prabu Pucuk Umun memilih tempat adu kesaktian Ayam di Lereng Gunung Karang, karna di anggap sebagai tempat yang netral, pada waktu yang di tentukan Kedua Pihak pun beramai-ramai mendatangi lokasi, Prabu Pucuk Umun dan Syaikh Maulana Hasanuddin tidak hanya membawa Ayam Jago saja melainkan membawa Pasukan untuk meramaikan dan menyaksikan pertarungan tersebut, bahkan pasukan satu sama lain membawa senjata, karna untuk menghadapi berbagai kemungkinan, Prabu Pucuk Umun membawa Golok yang terselip di pinggangnya dan Tombak yang di genggamnya, namun Syaikh Maulana Hasanuddin hanya membawa sebilah Keris Pusaka milik Ayahnya yakni Sunan Gunung Djati yang di warisi kepada Syaikh Maulana Hasanuddin.
Setiba di arena pertarungan, Prabu Pucuk Umun mengambil tempat di tepi utara arena dengan mengenakan pakaian hitam-hitam, rambut gondrong sampai leher, dan mengenakan ikat kepala. Sementara itu, Syaikh Maulana Hasanuddin tampak berdiri di sisi selatan arena dengan mengenakan jubah dan sorban putih di kepala.
Sebelum pertarungan dimulai, kedua ayam jago dibawa ke tengah arena. Kedua ayam jago tersebut masih berada di dalam kandang anyaman bambu. Ayam jago milik Prabu Pucuk Umun telah diberi ajian otot kawat tulang besi dan di kedua tajinya dipasangi keris berbisa. Sementara ayam milik Maulana Hasanuddin tidak dipasangi senjata apapun, tapi tubuhnya kebal terhadap senjata tajam. Ayam itu telah dimandikan dengan air sumur Masjid Agung Banten. Pada saat ayam itu dimandikan, dibacakan pula ayat-ayat suci Alquran.
Konon, ayam jago milik Maulana Hasanuddin adalah penjelmaan salah seorang pengawal sekaligus penasehatnya yang bernama Syekh Muhammad Saleh. Ia adalah murid Sunan Ampel dan tinggal di Gunung Santri di Bojonegara, Serang. Karena ketinggian ilmunya dan atas kehendak Allah, ia mengubah dirinya menjadi ayam jago.
Akhirnya pertarungan tersebut di mulai, dari kedua belah pihak saling memberikan semangat kepada jagoannya masig-masing.
Tiba-tiba ayam jago Pucuk Umun jatuh terkulai di tanah dan meregang nyawa. Rupanya ayam jago itu terkena tendangan keras ayam jago Maulana Hasanuddin. Para pendukung Pucuk Umun pun menjadi bungkam, sedangkan pendukung Syaikh Maulana Hasanuddin melompat kegirangan sambil meneriakkan:
“Allahu Akbar! Hidup Syaikh Maulana Hasanuddin! Hidup Syariat Islam!”
Akhirnya, Syaikh Maulana Hasanuddin memenangkan pertandingan adu ayam itu. Prabu Pucuk Umun pun mengaku kalah. Ia kemudian mendekati Maulana Hasanuddin untuk memberi ucapan selamat seraya menyerahkan golok dan tombaknya sebagai tanda pengakuan atas kekalahannya. Penyerahan kedua senjata pusaka juga berarti penyerahan kekuasaannya kepada Maulana Hasanuddin atas Banten Girang.
“Selamat, Maulana Hasanuddin! Sesuai dengan kesepakatan kita, maka kini engkau bebas melakukan dakwah Islam sekaligus menjadi penguasa di Banten Girang,” ujar Prabu Pucuk Umun.
Setelah itu, Prabu Pucuk Umun berpamitan. Ia bersama beberapa pengikutnya kemudian mengungsi ke Banten Selatan, tepatnya di Ujung Kulon atau ujung barat Pulau Jawa. Mereka bermukim di hulu Sungai Ciujung, di sekitar wilayah Gunung Kendeng. Atas perintah Prabu Pucuk Umun, para pengikutnya diharapkan untuk menjaga dan mengelola kawasan yang berhutan lebat itu. Konon, merekalah cikal bakal orang Kanekes yang kini dikenal sebagai suku Baduy.
Sedangkan para pengikut Prabu Pucuk Umun yang terdiri dari pendeta dan punggawa Kerajaan Pajajaran menyatakan masuk Islam di hadapan Syaikh Maulana Hasanuddin. Dengan demikian, semakin muluslah jalan bagi Syaikh Maulana Hasanuddin dalam menyebarkan dakwah Islam di Banten. Atas keberhasilan tersebut, ia kemudian diangkat oleh Sultan Demak sebagai Bupati Kadipaten Banten. Pusat pemerintahan semula di Banten Girang dipindahkan ke Banten Lor (Surosowan) yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa.
Selanjutnya, karena keberhasilannya memimpin daerah itu dengan membawa kemajuan yang pesat di berbagai bidang, Kadipaten Banten kemudian diubah menjadi negara bagian Demak atau Kesultanan Banten dengan tetap mempertahankan Maulana Hasanuddin sebagai sultan pertama.

Pada tahun 1526 M Banten Pasisir berhasil direbut oleh Panglima Fadillah Khan dan pasukannya, Hasanudin diangkat menjadi Bupati Banten Pasisir, pada usia 48 tahun. Konon ketika terjadi huru hara, Hasanudin dibantu oleh beberapa pasukannya dari Banten Girang. Kelak dikemudian hari Banten Girang menggabungkan diri dengan wilayah Banten Pesisir, sehingga praktis Hasanudin menjadi penguasa Banten Pasisir dan Banten Girang. Hampir semua penduduk Banten beralih agama menganut Islam. Ia bernama nobat Panembahan Hasanudin.

Untuk memperkuat posisi pemerintahannya, Hasanudin membangun wilayah tersebut sebagai pusat pemerintahan dan administratif. Ia pun mendirikan istana yang megah yang didberi nama Keraton Surasowan, mengambil nama kakeknya (Surasowan) yang sangat menyayanginya. Nama Keraton tersebut akhirnya berkembang menjadi nama kerajaan. Berita ini diabadikan didalam prasasti tembaga berhuruf Arab yang dibuat oleh Sultan Abdul Nazar (1671-1687), nama resmi kerajaan Islam di Banten adalah Negeri Surasowan.

Pada tahun 1568 M Susuhunan Jati Wafat, kemudian Penembahan Hasanuddin memproklamirkan Surasowan sebagai Negara yang merdeka, lepas dan kekuasaan Cirebon. Panembahan Hasanuddin menikah dengan puteri Indrapura, kemudian memperoleh putera, bernama Maulana Yusuf. Kelak Maulana Yusuf menggantikan posisinya sebagai penguasa Banten.

Selain Maulana Yusuf, Panembahan Hasanudin dari istrinya yang kedua, yakni Ratu Ayu Kirana (puteri sulung Raden Patah Sultan Demak) yang juga sering disebut Ratu Mas Purnamasidi, Panembahan Hasanudin memperoleh putera, diantaranya Ratu Winahon, kelak menjadi isteri Tubagus Angke Bupati Jayakarta (Jakarta), dan Pangeran Arya, yang diangkat anak oleh bibinya, Ratu Kalinyamat, kemudian ia dikenal sebagai Pangeran Jepara.

Masjid Agung Banten
Kini Banten telah di akui di berbagai wilayah bahkan sampai ke daerah eropa maupun asia, banten juga sempat di sebut sebagai Amsterdam karna banten adalah pusat perdangan terbesar, banten juga terkenal akan kebudayaannya yang mencolok classic sangat mengundang para tamu untuk melihatnya.
Teruslah mengetahui sejarah Perkembangan Banten, karna melewati Sejarah, anak cucu kita pasti akan Bangga dengan kerja Keras para Pahlawan di Banten.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh

Sumber :
·         Gunung Sepuh
·         Sejarah Banten
·         Wong Banten
 
sumber: http://nur-asysyahadatain.blogspot.com/2012/09/sultan-maulana-hasanuddin-banten.html

Legenda Kewalian Syekh Magelung Sakti



Arifin Syam adalah putra dari kepala bagian pembesar istana dibawah kekuasaan Raja Hut Mesir, beliau sejak bayi telah ditinggalkan oleh ayah bundanya kehadirat Allah SWT, dan akhirnya dibesarkan oleh seorang muslim yang taat, disalah satu kota terpencil bagian negara Syam.

Nama Arifin Syam sendiri diambil dari kota dimana beliau dibesarkan kala itu yaitu Negara Syam. Dalam keumuman manusia seusianya, Arifin Syam dikenal sangat pendiam namun pintar dalam segi bahasa bahkan saking pintarnya beliau sudah terkenal sejak usia 7 tahun dengan panggilan sufistik kecil dikalangan guru dan pendidik lainnya. Karena pintar inilah beliau banyak diperebutkan kalangan guru besar diseluruh negara bagian Timur Tengah, dan sejak usia 11 tahun beliau telah menempatkan posisinya sebagai pengajar termuda diberbagai tempat ternama sepeti : Madinah, Mekkah, Istana Raja Mesir, Masjidil Aqso Palestina dan berbagai tempat ternama lainnya. Namun dalam kepribadiannya, beliau banyak dihujat oleh ulama fukoha, dikarenakan rambutnya yang semakin hari semakin memanjang tidak terurus, sehingga dalam pandangan para ahlul fikoha, Arifin Syam terkesan bukan sebagai seorang pelajar religius yang mengedepankan makna tatakrama seorang sufistik agung.
Hal semacam ini bukan karena Arifin Syam tidak mau mencukur rambutnya yang lambat laun jatuh ke tanah, namun beliau sediri sudah ratusan kali beriktiar kebelahan dunia untuk mencari orang sakti yang benar-benar mampu memotonga rambutnya, pasalnya sejak dilahirkan ke alam dunia, rambut Arifin Syam sudah tidak bisa dipotong oleh sejenis benda tajam maupun alat lainnya dan kisah ini berlanjut hingga beliau berusia 40 tahun. Diusia 30 tahun beliau diambil oleh Istana Mesir dan menjadi panglima perang dalam mengalahkan pasukan Romawi dan Tartar, dan dari sinilah nama beliau mulai mashur dikalangan masyarakat luas sebagai panglima perang tersakti diantara panglima perang sebelumnya. Sebab keumuman seorang panglima kala itu bisa dilihat dari strategi perangnya dan juga kelihaiannya dalam memainkan pedang, panah maupun tombak dikancah peperangan, namun lain dengan Arifin Syam, yang kini sudah bergelar dengan nama Panglima Mohammad Syam Magelung Sakti, beliau acap kali tidak membawa pedang maupun tombak dalam memimpin pasukannya, namun beliau selalu menebaskan rambutnya yang seperti kawat baja disetiap menghadapi ribuan pasukan musuh sehingga dengan kesaktian rambutnya pula membuat pasukan musuh pontang panting.
Kisah kesaktian rambutnya mulai mashur di usia 32 tahun dan pada usia 34 tahun beliau bertemu secara yakodho / lahir dengan Nabiyullah Hidir AS yang mengharuskan beliau mencari guru mursyid sebagai pembimbingnya menuju maqom kewalian kamil. Kisah pertemuan dengan Nabiyullah Hidir AS membuat beliau meninggalkan istana Raja Mesir yang kala itu sangat membutuhkan tenaganya, bahkan bukan hanya itu beliau pun kerap dinantikan oleh seluruh muridnya dalam pengena (Waliyullah).
Dengan perbekalan makanan dan ratusan kitab yang dibawanya, Mohammad Syam Magelung Sakti mulai mengarungi belahan dunia dengan membawa perahu jukung (Perahu getek) seorang diri, beliau mulai mendatangi beberapa ulama terkenal dan singgah untuk mengangkatnya menjadikan muridnya, diantara yang disinggahi beliau antara lain : Syeikh Dzatul Ulum Libanon, Syeikh Attijani Yaman bagian Selatan, Syeikh Qowi bin Subhan bin Arsy Bairut, Syeikh Assamargondi bin Zubair bin Hasan India, Syeikh Muawwiyah As-salam Malaka, Syeikh Mahmud Yerussalem, Syeikh Zakariyya bin Salam bin Zaab Tunisia, Syeikh Marwan bin Sofyan Siddrul Muta’allim Campa, dan masih banyak yang lainnya. Namun walau begitu banyaknya para Waliyullah yang beliau datangi, tidak satu pun dari mereka yang menerimanya, mereka malah berbalik berkata “Sesungguhnya akulah yang meminta agar menjadi muridmu wahai sang Waliyullah”.
Dengan kekecewaan yang mendalam, Moh. Syam Magelung Sakti mulai meninggalkan mereka untuk terus mencari Mursyid yang diinginkannya hingga pada suatu hari beliau bertemu dengan seorang pertapa sakti bangsa Sanghiyang bernama Resi Purba Sanghiyang Dursasana Prabu Kala Sengkala di perbatasan sungai selat malaka. ”Datanglah wahai kisanak di pulau Jawa, sesungguhnya disana telah hadir seorang pembawa kebajikan bagi seluruh Wliyullah, benamkan hati dan pikiranmu ditelapak kakinya, sesungguhnya beliau mengungguli dari semua Waliyullah yang ada” Dengan perkataan sang Resi barusan, Moh. Syam sangat senang mendengarnya dan setelah pamit beliaupun langsung meneruskan perjalanannya menuju pulau Jawa.
Mungkin pembaca sekalian merasa bingung dengan perkataan Resi tadi yang menanyatakan “Benamkan hati dan pikiranmu ditelapak kakinya” seolah perkataan ini terlalu riskan di ucapkan pada seorang yang mempunyai derajat Waliyullah. Sebelum pen-meneruskan cerita selanjutnya, ada baiknya Misteri jelaskan terlebih dahulu kata bahasa tadi agar tidak salah tafsir nantinya…
Dalam pemahaman ilmu tauhid, bahwasannya tingkat ke Walian di bagi menjadi beberapa bagian dan tingkat tertinggi disini adalah Maqom Quthbul Mutlak, yang di teruskan dengan Maqom Atmaniyyah, Arba’atul ‘Amadu, Muqoyyad, Autad, Nuqiba, Nujaba ‘ Abdal, Nasrulloh, Rijalulloh dan lain sebagainya.
Diantara Wali yang ada, semua Waliyullah derajatnya dibawah telapak Quthbul Muthlak sendiri derajatnya sebagai penerus Rosululloh, yaitu dibawah ketiak atau pundaknya Nabiyulloh Muhammah SAW (Maqom Qurbah). Jadi walau Moh. Syam Magelung Sakti pada waktu itu derajatnya sudah mencapai Waliyullah Kamil, namun dalam hal Maqom, beliau belum ada apa-apanya dengan Maqom Quthbul Mauthlak yang barusan Misteri bedarkan tadi. Kami lanjutkan ke cerita semula…
Setelah Moh. Syam sampai dilaut pulau Jawa, beliau akhirnya singgah disalah satu pedesaan sambil tiada hentinya bertafakkur memohon kepada Allah SWT, untuk cepat ditemukan dengan Mursyid yang diinginkannya, tepatnya pada malam jum’at kliwon ditengah heningnya malam yang sunyi tiba-tiba beliau dikejutkan oleh suara uluk salam dari seseorang ” Assalamu’alaikum Ya Akhi min Ahli Wilyah” lalu beliau pun dengan gugup menjawabnya ” Wa’alaikum salam Ya Nabiyulloh Hidir AS yang telah membawaku ke pintu Rohmatallil’alamiin. Lima tahun sudah Ananda mencari riddhoku dan kini ananda telah mencapainya, datanglah ke kota Cirebon dan temuilah Syarif Hidayatulloh, sesungguhnya dialah yang mempunyai derajat raja sebagai Maqom Quthbul Muthlak, terang Nabiyulloh Hidir AS, sambil menghilang dari pandangannya. Dengan semangat yang menggebu beliau langsung mengayuh jukungnya menuju kota Cirebon yang dimaksud, sedangkan ditempat lain Syarif Hidayatulloh / Sunan Gunung Jati yang sudah mengetahui kedatangan Moh. Syam Magelung Sakti lewat Maqomnya saat itu beliau langsung mengutus uwaknya sekaligus mertuanya Mbah Kuwu Cakra Buana untuk menjemputnya di pelabuhan laut Cirebon.
Sesampainya ditempat dimana Sunan Gunung Jati memerintahkannya. Mbah Kuwu tidak langsung menghadapkannya kepada Kanjeng Sunan, melainkan mengujinya terlebih dahulu, hal semacam ini bagi pemahaman ilmu tauhid disebut “Tahkikul ‘Ubudiyyah Fissifatir Robbaniah / meyakinkan seorang Waliyulloh pada tingkat ke Walian diantara hak dan Nur Robbani yang dipegangnya.
Setelah Moh. Syam sudah berada dihadapan Mbah Kuwu Cakra Buana, beliau langsung uluk salam menyapanya ” wahai kisanak, taukah anda dimana saya harus bertemu dengan Sunan Gunung Jati? namun yang ditanya malah mengindahkan pertanyaannya dan balik bertanya.. ” sudahkah kisanak sholat dhuhur, setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh? terang Mbah Kuwu. ditanya seperti itu Moh. Syam langsung mengangguk mengiyakan bahwa memang dirinya belum melaksanakan sholat dhuhur, lalu Mbah Kuwu mengambil satu bumbung kecil yang terbuat dari bambu “Masuklah dan sholat berjamaah denganku” Sambil terheran-heran Moh. Syam mengikuti langkah manusia aneh dihadapannya yang tak lain adalah Mabh Kuwu Cakra Buana, masuk kedalam bumbung bambu yang ternyata dalamnya sangat luas dan bertengger Musholla besar yang sangat anggun, setelah usai sholat Mbah Kuwu mengajaknya menuju kota Cirebon, namun sebelum sampai ketempat tujuan atas hawatif yang diterimanya dari sunan Gunung Jati, Mbah Kuwu memotong rambutnya dan langsung menghilang dari hadapan Moh. Syam Magelung Sakti. Tahu rambutnya telah terpotong beliau langsung berkeyakinan bahwa tiada lain manusia tadi (Mbah Kuwu) adalah Sunan Gunung Jati yang dimaksud. lalu beliaupun memanggilnya tiada henti hingga keseluruhan pelosok desa.
Kisah terpotongnya rambut Moh. Syam yang kini terkenal dengan sebutan Syeikh Magelung Sakti kini masih dilestarikan dan menjadi nama desa hingga kini yaitu di Desa Karang Getas sebelah selatan kantor wali kota Cirebon dan tahukah anda berapa meter rambut Syeikh Magelung Sakti, sesungguhnya? yaitu 340 m, atau sepanjang jalan Karang Getas, antara perbatasan desa Pagongan hingga lampu merah pasar Kanoman. Panjangnya rambut syeikh Magelung Sakti ini sudah dapat restu dari beberapa ulama khosois seperti Syeikh Auliya Nur Ali, Syeikh Kamil Ahmad Trusmi, Syeikh Ahmad Sindang Laut, Syeikh Asnawi bin Subki Gedongan.
Misteri lanjutkan kembali, dengan rasa bersemangat Moh. Syam terus mencari keberadaan Sunan Gunung Jati yang dianggapnya barusan memotong rambutnya, beliau terus berlari sambil memanggil nama Sunan Gunung Jati terus-menerus, pada suatu tempat tanpa disadari olehnya, beliau masuk dalam kerumunan orang banyak yang tak lain sedang dibuka perlombaan memperebutkan putri cantik dan sakti, Nyimas Gandasari Panguragan. Merasa dirinya masuk gelanggang arena, Wanita cantik yang tak lain adalah Nyimas Gandasari langsung menyerangnnya… Merasa dirinya diserang secara mendadak, Moh. Syam langsung mengelak dan menjauhinya, namun bagaimana dengan Nyimas Gandasari sendiri yang kala itu sedang diperebutkan para jawara dari berbagai pelosok daerah. beliau sangat tersinggung dengan menghindarinya pemuda yang barusan masuk tadi, maka dengan serangan berapi-api Nyimas Gandasari langsung melipat gandakan tenaganya untuk menglahkan pesaing yang kini sedang dihadapinya.
Dengan perasaan dongkol, Moh. Syam akhirnya memutuskan untuk melayaninya dengan bersungguh hati hingga ditengah perjalanan Nyimas Gandasari sangat kewalahan. Merasa kesaktiannya kalah dibawah pemuda asing yang kini sedang dihadapinya, maka dengan sesekali loncatan Nyimas Gandasari berucap “Ya Kanjeng Susuhunan Sunan Gunung Jati, Yajabarutihi ila sulthonil alam, kun fayakun Lailaha Illallah Muhamad Rosululloh” lalu beliau langsung terbang ke awang-awang dengan maksud agar pemuda tadi tidak sampai mengejarnya. lain dengan jalan pikiran Moh. Syam waktu itu setelah beliau mendengar nama Sunan Gunung Jati disebutnya, beliau tambah berambisi utnuk mencari tahu, maka disusullah Nyimas Gandasari, hingga sampai tangan kanannya terperangkap. Merasa dirinya panik Nyimas Gandasari langsung melepaskan tangan Moh. Syam sambil tubuhnya menukik tajam kebawah. pada saat yang bersamaan Sunan Gunung Jati yang sedang tafakkur disungai Kali Jaga, kedatangan Nyimas Gandasari yang wajahnya terlihat pucat pasi dan sambil menuding kearah depan Nyimas Gandasari, memohon kepada gurunya agar pemuda yang mengejarnya tidak melihat dirinya. lalu dengan menyelipkan tubuhnya dibawah bekiak kakinya, kanjeng sunan Gunung Jati berkata pada pemuda yang barusan datang dihadapannya ” Wahai kisanak, anda mencari siapa ditempat yang sepi seperti ini?” lalu Moh. Syam pun menjawabnya ”Kisanak mohon maaf sesungguhnya saya datang kemari mencari gadis untuk meminta bantuannya, dimana saya bisa menemui Sunan Gunung Jati?” dengan tersenyum akhirnya Sunan Gunung Jati melepaskan wujud kecil Nyimas Gandasari ke wujud semula dan meminta berterus terang dengan apa yang pernah di ikrarkan sebelumnya, yaitu wajib mematuhi janjinya untuk menikah dengan orang yang mengalahkan kesaktiannya.
Dengan perjalanan ini akhirnya Moh. Syam berganti nama dengan sebutan Pangeran Soka dan dipenghujung cerita antara Nyimas Gandasari dan Pangeran Soka akhirnya berikrar untuk meneruskan perjalanan hidupnya menuju ilmu tauhid yang lebih matang hingga mereka berdua mufakat menjalankan nikah bisirri tanpa hubungan badan selayaknya suami istri, namun akan bersatu dengan nikah hakikiyah di alam surga kelak dengan disaksikan langsung oleh Sunan Gunung Jati Min Quthbil Mutlak ila Jami’il Waliyulloh.
 
sumber: http://nur-asysyahadatain.blogspot.com/2012/09/legenda-kewalian-syekh-magelung-sakti.html

MEMAHAMI ASSYAHADATAIN


التعريف بالشهادتي

Muqadimah
Syahadat merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, yang akan menentukan perjalanan kehidupannya. Dengan syahadat, orientasi duniawi (baca; materiil) akan berubah menjadi orientasi ukhrawi yang secara langsung atau tidak dapat merubah tujuan dan perjalanan hidup seseorang. Dan dengan syahadat ini pulalah, Rasulullah SAW mengubah kondisi masyarakat Arab, dari kehidupan yang jahili menuju kehidupan yang Islami.
          Syahadat membawa perubahan mendasar dalam jiwa setiap insan. Syahadat merubah kondisi masyarakat dari akarnya yang paling bawah; yaitu dari sisi relung hatinya yang paling dalam. Ketika hati telah berubah, maka segala gerak gerik, tingkah laku, pola pikir, kejiwaan dan segala tindak tanduk akan berubah pula.
          Namun tentulah untuk dapat mewujudkan perubahan seperti itu, harus terlebih dahulu memahami hakekat yang terkandung dalam kalimat yang membawa perubahan itu. Para sahabat, yang mereka semua sebagian besar orang Arab, sangat memahami makna yang terkandung dalam kalimat tersebut. Sehingga ketika mereka mengucapkannya, merekapun mengetahui dan memahami konsekwensi yang bakal mereka terima dari ucapannya. Oleh karena itulah, tidak sedikit kasus adanya penolakan dari mereka untuk mengucapkan kalimat tersebut. Bahkan diantara mereka ada yang mengatakan akan dapat mengatakan sepuluh kalimat, asalkan bukan kalimat yang satu itu.

Urgensi Syahadatain

Dari sinilah, kita dapat memetik urgensi (baca ; ahamiyah) dari syahadat. Dan terdapat beberapa urgensi syahadat penting lainnya. Diantaranya adalah:

1.     (
مَدْخَلٌ إِلَى اْلإِسْلاَمِ)
Syahadat merupakan pintu gerbang masuk ke dalam Islam.
Karena pada hakekatnya, syahadat merupakan pemisah seseorang dari kekafiran menuju Iman.
Artinya dengan sekedar mengucapkan syahadat, seseorang telah dapat dikatakan sebagai seorang muslim. Demikian pula sebaliknya, tanpa mengucapkan syahadat, seseorang belum dapat dikatakan sebagai seorang muslim, kendatipun baiknya orang tersebut.
Dalam syahadat seseorang akan mengakui bahwa hanya Allah lah satu-satunya Dzat yang mengatur segala sesuatu yang ada di jagad raya, termasuk mengatur segala aspek kehidupan manusia dengan mengutus seorang rasul yang ditugaskan untuk membimbing umat manusia, yaitu nabi Muhammad SAW.

2.     (خُلاَصَةُ تَعَالِيْمِ اْلإِسْلاَمِ)
Syahadat merupakan intisari dari ajaran Islam.
Karena syahadat mencakup dua hal: Pertama konsep la ilaha ilallah; merealisasikan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah, baik yang dilakukan secara pribadi maupun secara bersamaan (berjamaah). Dari sini akan melahirkan keikhlasan kepada Allah SWT. Kedua, konsep Muhammad adalah utusan Allah, mengantarkan pada makna bahwa konsep ini menjadi konsep yang mengharuskan kita untuk mengikuti tatacara penyembahan kepada Allah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Atau dengan kata lain sering disebut dengan ittiba’.

3.     (أَسَاسُ اْلإِنْقِلاَبِ)
Syahadat merupakan dasar perubahan total, baik pribadi maupun masyarakat.
Karena syahadat dapat merubah kondisi suatu masyarakat, bangsa dan negara secara menyeluruh, dengan sentuhan yang sangat dalam yaitu dari dalam tiap diri insan. Karena jika seseorang dapat berubah, maka ia akan menjadi perubah yang akan merubah masyarakatnya. Allah berfirman dalam (QS. 13 : 11) :

إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum, hingga mereka mau merubah diri mereka sendiri.”

4.     (حَقِيْقَةُ دَعْوَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
Syahadat merupakan hakekat da’wah Rasulullah SAW.
Karena pada hekekatnya da’wah Rasulullah SAW adalah da’wah untuk menegakkan dua hal; yaitu mentauhidkan Allah. Dan kedua menggunakan metode Rasulullah SAW dalam merealisasikan ibadah kepada Allah SWT.

5.     (فَضَائِلٌ عَظِيْمَةٌ)
Syahadat memiliki keutamaan yang besar.
Diantaranya keutamaanya adalah sebagaimana yang digambarkan dalam hadits berikut:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ
“Dari Ubadah bin al-Shamit, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah akan mengharamkam neraka baginya”. (HR. Muslim)

Arti Kata Syahadat

Ditinjau dari segi bahasa, sedikitnya terdapat tiga arti dari kata syahadat, ketiga makna tersebut adalah :

1.     (الإعلان/ الإقرار) Pernyataan
Mengenai makna ini, Allah menggambarkan dalam Al-Qur’an (QS. 3 : 18) :
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Seseorang yang bersyahadat, berarti ia telah menyatakan sesuatu, sesuai dengan apa yang dinyatakannya. Dalam hal ini seseorang menyatakan bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwanya Muhammad adalah utusan Allah.

2.     (القسم / الحلف) Sumpah
Allah berfirfirman (QS. 24 : 6):

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُإِلاَّ أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.”

Seseorang yang bersyahadat, maka ia sesungguhnya telah menyatakan diri dengan bersumpah, bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

3.     (العهد / الوعد) Perjanjian
Allah berfirman (QS. 2 : 84) :

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لاَ تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلاَتُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ
 “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya.”

Seorang yang bersyahadat, sesungguhnya ia telah berjanji kepada Allah SWT untuk mentauhidkannya (tiada tuhan selain Allah), demikian juga berjanji untuk menjadikan nabi Muhammad adalah benar-benar utusan Allah, yang harus ia ikuti.

Syarat Diterimanya Syahadat

          Melihat makna syahadat di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ternyata syahadat bukanlah merupakan hal sepele yang ringan diucapkan oleh lisan. Namun syahadat memiliki konsekwensi yang demikian besarnya di hadapan Allah SWT. Oleh karena itulah, kita melihat para sahabat Rasulullah SAW yang langsung memiliki perubahan yang besar dalam diri mereka, setelah mengucapkan kalimat tersebut.
Berkenaan dengan hal ini, kita perlu melihat sejauh mana batasan-batasan yang dapat menjadikan syahadat kita dapat diterima oleh Allah SWT. Para ulama memberikan beberapa batasan, agar syahadat seseorang dapat diterima. Diantaranya adalah:

1.     (العلم المنافي للجهل)  Didasari dengan ilmu.
Yaitu (pengetahuan) tentang makna yang dikandung dalam syahadat, dengan pengetahuan yang menghilangkan rasa ketidaktahuan tentang syahadat yang akan diucapkannya itu. Allah berfirman (QS. 47 : 19) :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mumin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.”

2.     (اليقين المنافي للشك)  Didasari dengan keyakinan
Artinya seseorang ketika mengucapkan syahadat, tidak hanya sekedar didasari rasa tahu bahwa tiada tuhan selain Allah, namun rasa ‘tahu’ tersebut harus menjadi sebuah keyakinan dalam dirinya bahwa memang benar-benar hanya Allah Rab semesta alam. Allah berfirman (QS. 49 : 15):

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ  آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”

3.     (الإخلاص المنافي للشرك)  Didasari dengan keikhlasan
Keyakinan mengenai keesaan Allah itupun harus dilandasi dengan keikhlasan dalam hatinya bahwa hanya Allah lah yang ia jadikan sebagai Rab, tiada sekutu, tiada sesuatu apapun yang dapat menyamainya dalam hatinya. Keiklasana seperti ini akan menghilangkan rasa syirik kepada sesuatu apapun juga. Allah berfirman (QS. 98 : 5):

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَحُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

4.     (الصدق المنافي للكذب)  Didasari dengan kejujuran
Persaksian itu juga harus dilandasi dengan kejujuran, artinya apa yang diucapkannya oleh lisannya itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam hatinya. Karena jika lisannya mengucapkan syahadat, kemudian hatinya meyakini sesuatu yang lain atau bertentangan dengan syahadat itu, maka ini merupakan sifat munafik. Allah berfirman (QS. 2 : 8 – 9):

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ*  يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ*
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”

5.     (المحبة المنافية للبغض والكراهة)  Didasari dengan rasa cinta/ keridhaan
Maknanya adalah bahwa seseorang harus memiliki rasa kecintaan kepada Allah SWTdalam bersyahadat. Karena dengan adanya rasa cinta ini, akan dapat menghilangkan rasa kebencian kepada Allah dan al-Islam. Allah SWT berfirman (QS. 2 : 165):

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ
ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”

6.     (القبول المنافي للرد)  Didasari dengan rasa penerimaan
Syahadat yang diucapkan juga harus diiringi dengan rasa penerimaan terhadap segala makna yang terkandung di dalamnya, yang sekaligus akan menghilangkan rasa “ketidak penerimaan” terhadap makna yang dikandung syahadat tersebut. Allah berfirman (QS. 33 : 36):

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُأَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”

7.     (الإنقياد المنافي للإمتناع والترك وعدم العمل
Didasari dengan rasa kepatuhan (terhadap konsekwensi syahadat).
Terakhir adalah bahwa syahadat memiliki konsekwensi dalam segala aspek kehidupan seorang muslim. Oleh karenanya seorang muslim harus patuh terhadap segala konseksensi yang ada, yang sekaligus menghilangkan rasa ‘ketidakpatuhan’ serta keengganan untuk tidak melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah dan Rasulullah SAW. Allah berfirman (QS. 24 : 51):

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِوَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mumin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

  Makna Syahadatain
1.     Uraian makna dan fungsi kata La ilaha ilallah (لآ إله إلا الله)

Kata
Makna
Fungsi
La (لا)
Tiada/ Tidak
Nafi (النفي): Peniadaan
Ilaha (إله)
Tuhan (yang disembah)
Manfa (المنفى): yang dinafikan/ ditiadakan.
Illa (إلا)
Kecuali
Adatul Istisna’ (أداة الإستثناء): pengecualian.
Allah (الله)
Allah SWT
Al-Mustasna (المستثناء) :yang dikecualikan

2.     Arti la ilaha ilallah
Ilah secara bahasa memiliki arti sesuatu yang disembah. Dimensi Ilah dalam kehidupan ini dapat mencakup makna yang luas, diantaranya adalah :

a)    Malik (المالك) raja/ pemiliki :
Tiada Pemiliki/ Raja selain Allah SWT/ Tiada kerajaan selain untuk Allah SWT. Allah SWT berfirman (QS. 4: 131)

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَلَقَدْ وَصَّيْنَاالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir, maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

b)    Hakim (الحاكم) ; Pembuat hukum.
Tiada pembuat hukum selain Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman dalam (QS. 6 : 114) :

أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُالْكِتَابَ مُفَصَّلاً وَالَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ
أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.”

Dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 6 : 57)

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”

c)     Amir (الأمير) : Pemerintah (yang berhak memberikan perintah)
Tiada pemerintah (yang berhak memberikan perintah atau larangan) selain Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah mengatakan (QS. 7 :54):

أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ  اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”

d)    Wali (الولي) : Pelindung/pemimpin.
Tiada pelindung/pemimpin selain Allah SWT. Allah berfriman dalam Al-Qur’an (QS. 2:257)

اللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ  آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

e)    Mahbub (المحبوب) : Yang dicintai.
Tiada yang dicintai selain Allah SWT Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengatakan (QS. 2 : 165):

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ  آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى
الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”

f)      Marhub (المرهوب): Yang ditakuti.
Tiada yang ditakuti selain Allah SWT. Allah berfirman (QS. 9 : 18)

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللَّهَ فَعَسَى
أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ 
“Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”

g)    Marghub (المرغوب): Yang diharapkan
Tiada yang diharapkan selain Allah SWT. Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 94 : 8) :

وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
“Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”

h)    Haul wal Quwah (الحول والقوة) : Daya dan kekuatan
Tiada daya dan tiada kekuatan selain Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 51 : 58) :

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.

i)       Mu’dzam (المعظم) :
Tiada yang diagungkan selain Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengatakan (QS. 22 : 32):

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.

j)      Mustaan bihi (المستعان به) :  tempat dimintai pertolongan.
Tiada yang dimintai pertolongan selain Allah SWT. Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 1 : 5) :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Hal-Hal yang Membatalkan Syahadat

          Terdapat hal-hal yang dapat membatalkan syahadat yang telah kita ikrarkan di hadapan Allah SWT. Uzt. Said Hawa menyebutkannya ada 20 bentuk. Berikut adalah beberapa hal yang dapat membatalkan syahadat kita, yang memiliki konsekwensi kekufuran kepada Allah:
1.     Bertawakal dan bergantung pada selain Allah.
Allah berfirman (QS. 5 : 23):

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan hanya kepada Allah lah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”

2.     Bekerja/ beraktivitas dengan tujuan selain Allah.
Karena sebagai seorang muslim, seyogyanya kita memiliki prinsip: (QS.6:162)

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”

3.     Membuat hukum/ perundangan selain dari hukum Allah
Allah berfirman (QS. 5 : 57):

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.”

4.     Menjalankan hukum selain hukum Allah
Allah berfirman (QS. 5 : 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Dan barang siapa yang tidak menughukum dengan apa yang telah ditirunkan Allah (Al-Qur’an), maka mereka itu adalah orang-orang kafir.”

5.     Lebih mencintai kehidupan dunia dari pada akhirat.
Allah berfirman (QS. 14 : 2-3):

اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَوَيْلٌلِلْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ شَدِيدٍ * الَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا أُولَئِكَ فِي ضَلاَلٍ بَعِيدٍ*
“Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih. (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.”

Dalam ayat lain Allah berfirman (QS. 9 : 24) :

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْوَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
 وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ
وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”

6.     Mengimani sebagaina ajaran Islam dan mengkufuri (baca; tidak mengimani) sebagian yang lain.
Allah berfirman (QS. 2 : 85):

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”

7.     Menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.
Allah berfirman (QS. 5: 51):

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Penutup

          Pada intinya, jika seseorang memahami dan mengetahui dengan baik apa yang terkandung dalam kalimat syahadat, tentulah mereka akan dapat memiliki keimanan dan komitmen yang tinggi kepada Allah, yang dapat mengantarkannya pada derajat ketaqwaan sebagaimana para sahabat Rasulullah SAW. Barangkali kualitas keimanan kita yang rendah adalah karena kurangnya pemahaman yang utuh mengenai kalimat ini. Sehingga meskipun sering diucapkan lisan, namun belum dapat diterjemahkan dalam kehidupan rill sehari-hari.
          Dengan memahami kembali makna syahadat beserta hal-hal lain yang terkait dengan dua kalimat ini, semoga dapat menjadikan keimanan dan keislaman kita lebih baik lagi. Wajar, jika terdapat beberapa hal yang masih kurang dalam keimanan kita. Karena kita adalah manusia dengan segala kekurangan yang kita miliki. Oleh karena itulah, marilah kita memperbaiki hal-hal tersebut dengan yang lebih baik lagi. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertaqwa.
         
Wallahu A’lam Bis Shawab.


baca juga: http://ngajisyahadat.blogspot.com/2012/12/asyhadu-alla-ilahailallah-wa-asyhadu.html
sumber: http://nur-asysyahadatain.blogspot.com/2012/08/memahami-assyahadatain.html 


TUJUH PULUH TIGA DALIL-DALIL
DAN PERNYATAAN PARA ULAMA
TENTANG KESUNANAHAN PAKAIAN
BERWARNA PUTIH,
JUBAH, SORBAN, GAMIS,  RIDA’,
DANP ERMASALAHAN TENTANG
PAKAIAN BERWARNA HITAM.


oleh Erwin Assundawy Alfaqir (Catatan) pada 7 Mei 2013 pukul 14:32









KATA PENGANTAR
Segala pujihanya bagi Allah SWT, Tuhan seluruh alam semesta. Shalawat serta salam semogadilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw,kepada keluarganya, para sahabatnya,seluruh Nabi dan Rasul.
Amma ba’d. Risalah iniberisi kumpulan dalil-dalil tentang kesunnahan memakai pakaian berwarna putih,memakai jubah,memakai ghamis memakai rida’, dan memakai sorban. Risalah inisengaja kami susun, demi menjelaskan tentang kesunnahan tuntunan SyekhunalMukarram terutama dalam hal “al-Libas/pakaian” supaya para jama’ah lebih mantaplagi dalam menjalankan tuntunannya tersebut. Dan juga sebagai upaya tuk menepisdesas-desus miring bahwa Sorban, Jubah, dan sebagainya bukanlah bagian darisunnah Rasulullah Saw., terutama yaitu tentang sorban. Hal itu dikarenakandalam keutamaan sorban, mereka mengatakan hadits-haditsnya banyak yang dla’if,tidak seperti tentang keutamaan pakaian putih dan ghamis yang memang mayoritashaditsnya adalah shahih dan kesunnahannya pun tidak diperselisihkan lagi olehberbagai kalangan. Namun jika  kita berpijakpada kitab-kitab turats/klasik, maka sebetulnya kita mendapati bahwa para ulamaterdahulu generasi salaf sepakat dalam kesunnahan memakai sorban, kendatipunmereka juga mengatakan bahwa banyak dari hadits-haditsnya yang berpredikatdla’if. Justru yang diperselisihkan adalah bukan kesunnahannya, tapi caramemakainya.

Memang, dalammenyusun risalah ini, selain hadits-hadits shahih, banyak juga hadits-haditsdla’if yang kami masukkan, terutama dalam keutamaan memakai sorban. Namun halitu tidaklah masalah, karena hadits dla’if boleh digunakan juga dalam fadlailula’mal. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa telah sepakat jumhur ulamaterutama dari kalangan Muhadditsin dan Fuqaha bahwa hadits dla’if bolehdigunakan dalam fadlailul a’mal. Berikut kami kutipkan beberapa keterangannya,supaya lebih jelas:
Demikianlahsedikit ulasan tentang keterangan dari para ulama yang menyatakan kebolehanberhujah dengan hadits dla’if dalam fadlailul a’mal.
Namun tidakakan kami kupas panjang lebar permasalahan hadits dla’if ini, karena kami telahmenyusun juga risalah khusus tentang masalah hadits dlai’if yang ber judul” Pandanganpara ulama ahlussunnah wal Jama’ah tentang hadits dla’if dan hukummengamalkannya.” Kami persilahkan parajama’ah untuk membaca risalah tersebut agar lebih jelas.
Demikianlahbeberapa ulasan-ulasan penting yang sekiranya baik untuk disimak sebagaipengantar, sebelum memasuki isi dari risalah ini. Supaya kita tidak ragu lagimenjalankan tuntunan Syekhunal Mukarram dalam perkara “al-Libas”,yangkesemuanya berdasarkan dalil-dalil syar’i.
Akhirulkalam, semoga risalah kecil ini bisa bermanfaat, khususnya untuk kalangan parajama’ah dilingkungan asy-Syahadatain.
Bandung 2013

                                                                                                al-Faqir Erwinas-Sundawy



Nazham
Umat kanjeng Nabi Larang regane
Umat kanjeng Nabi Jubah Sorban Pakeane




DAFTARISI

Pengantar,1
Hadits-haditstentang kesunnahan pakaian berwarna putih,8
Pernyataan paraulama tentang pakaian berwarna putih, 9
Hadits-haditstentang gamis dan jubah, 14
Pernyataan paraulama tentang gamis dan jubah, 16
Hadits-haditstentang sorban, 17
Pernyataan paraulama tentang sorban, 20
Hadits-haditstentang rida, 24
Pernyataan paraulama tentang rida, 25
Pandangan Ulamatentang masalah pakaian berwarna hitam, 26
DaftarPustaka,28





Berkata ImamNawawi dalam kitab al-Adzkar hal 7:
قالالعلماء من المحدثين والفقهاء وغيرهم : يجوز ويستحب العمل في الفضائل والترغيب والترهيببالحديث الضعيف ما لم يكن موضوعا.
وأما الأحكام كالحلال والحرام والبيع والنكاح والطلاق وغير ذلك فلا يعملفيها إلا بالحديث الصحيح أو الحسن إلا أن يكون في احتياط في شئ من ذلك ، كما إذا وردحديث ضعيف بكراهة بعض البيوع أو الأنكحة ، فإن المستحب أن يتنزه عنه ولكن لا يجب.
”Berkatapara ulama dari kalangan Muhadditsin, Fuqaha, dan sebagainya, ”Dibolehkan dandisunahkan beramal dalam hal fadlail, targhib dan tarhib dengan hadits dla’if,selama ia bukan hadits yang maudlu. Adapun dalam hal-hal yang berkaitan denganhukum seperti halal-haram,jual-beli, nikah-talaq, dan sebagainya, maka tidakdibolehkan mengamalkan/menetapkan didalamnya kecuali dengan sahih atau hasan.Kecuali hadits yang menyangkut masalah kehati-hatian dama suatu hal darimasalah tersebut. Semisal apabila ada suatu hadits dla’if yang menyebutkanmakruh melakukan sebagian transaksi jual beli atau makruh melakukan sebagiannikah, maka hal tersebutkan disunahkan untuk dihindari, tetapi tidak bersifatwajib.”
Dalam kitabFatawa ar-Ramli 4:383 : “Diriwayatkan oleh Imam Nawawi dalam beberapakarangannya tentang kesepakatan para ahli hadits atas kebolehan beramal denganhadits dla’if dalam fadlilah amal dan yang semisalnya.”
Dalam kitabMawahib al-Jalil lil al-Khitab 17:1 dan Syarh al-Kharsyi ‘ala Khalil : “ Sayakatakan,”sesungguhnya jika hadits setiap urusan penting….dst adalahdla’if, maka sesungguhnya telah sepakat para ulama tentang kebolehan beramaldengan hadits dla’if dalam fadlailul a’mal.”
Berkata ‘Alial-Qari’ dalam kitab al-Hazhzh al-Aufar seperti yang disebutkan olehal-Laknawi  dalam kitab al-Ajwibatal-Fadlilah hal 36 :
“Hadits dla’ifmu’tabar dalam fadlailul a’mal menurut pandangan semua ulama yang dari kalanganorang-orang yang memiliki kesempurnaan pengetahuan.” Dan berkata juga ‘Alial-Qari’ dalam kitab al-Maudlu’at seperti disebutkan juga dalam kitabal-Ajwibat al-Fadlilah karya al-Laknawi hal 36 : “ Hadits dla’if bolehdiamalkan dalam fadlilah ‘amal dan telah terjadi kesepakatan atas hal tersebut(ijma’)….dst.”




Berkata IbnuHajar al-Haitami dalam kitab syarah arba’in an-Nawawiyah hal 32 :
قد اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيففي فضائل الأعمال؛لأنه إن كان صحيحا في نفس الأمر، فقد أعطي حقه من العمل به
“ Para ulamasepakat atas pengamalan hadits dla’if dalam fadlailul a’mal. Jika ternyatahadits tersebut pada dasarnya sahih, maka seharusnya ia diamalkan. Jikaternyata seandainya tidak sahih, maka pengamalan terhadap hadits itu tidak akanmengakibatkan kerusakan(mafsadah) menghalalkan yang haram, mengharamkan yanghalal, dan menyia-nyiakan hak orang lain.”
Berkata jugaIbnu Hajar al-Haitami dalam kitab fatawanya 2: 54  :
وقد تقرر أن الحديث الضعيفوالمرسل والمنقطع والمعضل والموقوف يعمل بها في فضائل الأعمال إجماعا
 “Telah ditetapkan/disepakati bahwa haditsdla’if yang Mursal, Munqothi’, Mu’dlal, dan mauquf boleh diamalkan dalamfadlailul a’mal.”
Dan dalamkitab Tathhir al-Janan hal 3, masih karangan Ibnu Hajar al-Haitami: “ Maka jikaanda berkata bahwa hadits yang disebutkan ini sanadnya dla’if, bagaimanakahhukumnya kalau berhujah dengan hadits tersebut?.Saya(Ibnu Hajar) Katakan: Telahsepakat para imam kami dari kalangan Fuqaha, Ahli usul, dan para Hafizhbahwasannya hadits dla’if boleh dijadikan hujjah dalam hal manaqib sepertihalnya telah sepakat bahwa hadits dla’if boleh dijadikan hujjah dalam fadlailula’mal …”
Selaindari pada hal tersebut, banyak juga kelompok orang-orang yang salah fahamterhadap mereka-mereka yang mengamalkan ibadah dengan pamrih mengharapkanpahala, seperti dalam masalah keutamaan memakai sorban dsb.Mereka menganggapbahwa orang yang mengamalkan hadits fadlailul a’mal (keutamaan-keutamaan),berarti beribadah tanpa keikhlasan. Namun hal itu juga tidak tepat, karenadalam hal tertentu, beramal dengan pamrih mengharapkan pahala tidaklah menjadimasalah, sesuai dengan tingkatan-tingkatannya. Berikut kami kutipkan risalahbagus tentang beramal mengharapkan pahala ini, yang kami kutipkan darikitab  Nafais ‘ulwiyah karangan Imamal-Haddad.
Tanya              : Bagaimanahukum orang yang mengamalkan ibadah dengan pamrih mengharapkan pahala?
Jawab             :  Itu adalah harapan yang terpuji dan merupakanamal yang beroleh berkah, dan itu telah dimengerti dan diyakini oleh segenapkaum Muslimin. Kaum Muslimin yang saleh dikalangan salaf ( generasi terdahulu)dan kaum khalaf (generasi zaman belakangan), semuanya melakukan amal ibadahseperti itu. Sebab manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yanglemah, tidak berdaya, dan tergantung pada karunia Tuhannya Yang Maha Kaya danPemurah.
Demikianlahjawaban secara pokok. Pembicaraan terinci mengenai soal itu sangatlah panjang.Namun kita sebutkan saja serba sedikit. Orang-orang yang beramal ibadah demikarena Allah terbagi dalam tiga golongan. Ada yang beramal ibadah karena takuthukuman ‘adzab; mereka itulah yang beribadah karena takut kepada Allah. Adayang beribadah karena mengharap ganjaran pahala; mereka ini beribadah karenamengharap karunia Allah. Adapula yang beribadah semata-mata hanya karenamelaksanakan perintah Allah SWT; dan mereka adalah orang-orang  arif. Tentu saja mereka beribadah disertaiharapan dan rasa takut kepada Allah. Orang-orang yang beribadah karena rasatakut pun disertai harapan dan makrifat(kesadaran dan penuh pengertian). Akantetapi pada umumnya manusia hanya mengikuti keadaan di mana ia berada. Bisajadi apa yang dikatakan oleh sementara ahli tasawuf mengenai orang yanhberibadah dengan mengharapkan pahala karena takut, tampaknya kurang dimengertiatau diterima dengan pengertian keliru. Hal itu sebenarnya dimaksudkan untukmenekankan, bahwa ‘amal ibadah yang semata-mata hanya untuk mematuhi perintahAllah tentu lebih afdlal daripada ibadah yang semata-mata karena harapan danketakutan. Demikianlah duduk persoalannya. Namun, masing-masing ibadah punyaperingkat yang tidak sama. Yang satu lebih tinggi daripada yang lain. Manusiatidak berwenang menetapkan ibadah apa menurut pilihannya sendiri, sebab ibadahadalah perintah Allah SWT. Dialah yang mewajibkan ibadah kepada siapa saja darihamba-hamba-Nya, dimana saja dan menurut kehendak-Nya. Allah yang Maha Benarlahmenentukan salah satu dari tiga maqam itu, dan mewajibkannya kepada golongantertentu dari kaum beriman. (Tiga maqam atau tiga peringkat ibadah itu ialah:beribadah semata-semata karena perintah Allah, beribadah karena suatu harapan,dan beribadah karena takut kepada hukuman Allah). Keadaan masing-masinggolongan atau kelompok tidak akan menjadi lurus kecuali dengan mengamalkanibadah sesuai dengan yang diwajibkan kepada mereka. Mungkin ada sementara orangdari kaum ahli makrifat yang memandang rendah orang lain yang beribadah karenaharapan akan beroleh pahala. Ia dipandang lebih rendah daripada orang yangberibadah tidak atas dorongan ingin beroleh ganjaran pahala dan tidak pula terdorongoleh ketakutannya kepada hukuman(siksa). Ia tidak lagi beribadah secara “asli”sebagaimana diperintahkan Allah. Dengan demikian seakan-akan di dalam hatinyatidak terdapat perasaan mengagungkan kebesaran Allah Jalla wa ‘Ala yang telahmemerintahkan diri mereka menjalankan perintah-perintah-Nya. Masalah demikianitu sungguh tidak jelas (ghamidl). Saya berpendapat, bahwa dalam memandangmasalah secara demikian itu terdapat sesuatu yang menyerupai kesalahan. Namunada sementara ahli tarekat yang menekuninya.
            Saya katakan, beribadah mematuhiAllah, mendambakan keridlaan-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya adalah sangatbaik. Ibadah yang disertai harapan beroleh pahala dan perasaan takut kepadahukuman(siksa) juga sangat baik. Semua Ahlullah (kaum beriman) pada umumnyamengamalkan tiga maqam ibadah tersebut dengan lengkap dan sempurna. Oleh karenaitu, hendaklah manusia menyadari kewajiban apa yang telah ditetapkan Allahbaginya, dan mengamalkannya dengan baik. Jangan sampai seperti buruh upahanyang jelek, yang jika bukan karena takut pukulan ia tidak mau berlaku sopan.Hendaklah setiap orang berinadah demi karena Allah, sebab Allah adalahpenguasanya, Pemiliknya, dan Pelindungnya serta Pengatur hidup dan matinya.Karena itulah Allah menetapkan perintah dan larangan untuk ditaati dan dipatuhihamba-hamba-Nya. Mengharapkan ganjaran pahala dan karunia Allah adalah hal yangbaik. Namun, harus disertai perasaan takut akan hukuman sebagai akibat puladari kelalaianya sendiri dalam menunaikan kewajiba ibadah kepada Allah,Rabbnya. Dalam hal seperti itu ia tetap dapat mengharapkan ampunan dankeselamatan sebagai karunia dari Allah.
            Itulah tarekat (cara mendekatkandiri kepada Allah) yang paling baik dan jalan yang paling mulus, sebagaimanayang ditempuh dan diamalkan oleh kaum shalihin dan kaum ulama. Barangsiapamemperhatikan ucapan dan perikehidupan mereka, dan ia seorang yang berpandangantajam, tentu ia akan mengerti apa yang kami katakana ( di atas), dan ia puntentu akan dapat memahami dengan tepat dan benar. Nastaghfirrullaha wanahmaduhu katsiran.




TUJUHPULUH TIGA DALIL-DALIL DAN PERNYATAAN PARA ULAMA TENTANG KESUNNAHAN PAKAIANBERWARNA PUTIH, JUBAH, SORBAN, GAMIS,  RIDA’, DAN PERMASALAHAN TENTANG PAKAIANBERWARNA HITAM.

Hadits-hadits tentang kesunnahanpakaian berwarna putih :
1.عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ وَكَفِّنُوافِيهَا مَوْتَاكُمْ.
DariSamurah bin Jundab r.a, sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda.: :”Pakailah olehkalian dari pada pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih.Karena sesungguhnyapakaian berwarna putih itu adalah pakaian yang paling suci dan yang terbaik,dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantara kalian.” (HR. an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ahmad bin Hambal, al-Baihaqi,at-Thabrani, Ibnu Majah, Ibnu Syaibah, dan Malik)
 2. عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَفَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
DariIbnu ‘Abbas r.a ia berkata, Rasulullah Saw. :”Pakailah oleh kalian dari padapakaian-pakaian kalian yang berwarna putih. Karena sesungguhnya pakaianberwarna putih itu adalah pakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannya orangyang meninggal diantara kalian.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi,Ahmad bin Hambal, at-Thabrani, Ibnu Hibban, dan ‘Abdu Razzaq)
 3.عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ: إِنَّ أَحْسَنَ مَا زُرْتُمُ اللَّهَ بِهِ فِي قُبُورِكُمْ ، وَمَسَاجِدِكُمْ ، الْبَيَاضُ.
DariAbi Darda r.a ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda : “Sesungguhnya (pakaian) terbaikdalam berziarah kepada Allah Swt. pada kubur-kubur kalian dan masjid-masjidkalian adalah pakaian berwarna putih.”(HR. Ibnu Majah,as-Sindi)
4.عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِثِيَابِ الْبَيَاضِ لِيَلْبَسَهَا أَحْيَاؤُكُمْ ، وَكَفِّنُوافِيهَا مَوْتَاكُمْ ، فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ.
DariSamurah bin Jundab r.a, sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda.: “Hendaklahkalian memakai pakaian berwarna putih untuk dipakai semasa hidup kalian, dan kafanilahdengannya orang yang meninggal diantara kalian.”.”, karena sesungguhnya iaadalah pakaian terbaik kalian.”(HR. an-Nasa’i, al-Hakim, Ahmadbin Hambal, dan ath-Thabrani)
Pernyataanpara ‘ulama tentang pakaian berwarna putih

5. يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَكُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ(31)
“Wahaianak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) Mesjid,makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukaiorang yang berlebih-lebihan.”(QS al-A’raf:31) Salah satu penafsiran Ibnu Katsir tentang ayatdi atas adalah sebagai berikut:  
ولهذه الآية، وما ورد في معناها من السنة، يستحبالتجمل عند الصلاة، ولا سيما يوم الجمعة ويوم العيد، والطيب لأنه من الزينة، والسواكلأنه من تمام ذلك، ومن أفضل الثياب (3) البياض، كما قال الإمام أحمد:
حدثنا علي بن عاصم، حدثنا عبد الله بن عثمان بن خُثَيم، عن سعيدبن جبير، عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "البسوا من ثيابكمالبياض، فإنها من خير ثيابكم، وكَفِّنوا فيها موتاكم
“Dandalam ayat ini terkandung makna dari sunnah, disukai berhias tatkala hendakshalat, terutama pada hari Jum’at dan hari ‘Id. Dan juga memakai wewangiankarena ia bagian dari berhias dan bersiwak(menyikat gigi) karena ia bagian darikesempurnaan atas hal yang demikian tersebut. Dan yang lebih utama adalahmemakai pakaian berwarna putih, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad: telahmenceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami‘Abdullah bin ‘Utsman bin Khutsaim dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas iaberkata, Rasulullah Saw. bersabda :”Pakailah oleh kalian dari padapakaian-pakaian kalian yang berwarna putih. Sesungguhnya ia adalah pakaianterbaik kalian, dan kafanilah dengannya orangyang meninggal diantara kalian.”(Tafsir IbnuKatsir, juz 2, hal 183) 
6. ( ويستحب الأبيض من الثياب ) لقوله عليه الصلاة والسلام : ' خير ثيابكمالبيض ' وقال عليه الصلاة والسلام : ' إن
الله تعالى يحب الثياب البيض ، وأنه خلق الجنةبيضاء
“(Disunnahkanwarna putih dari pakaian) berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:”pakaian terbaikkalian adalah yang berwarna putih.”Dan Sabdanya yang lain:”Sesungguhnya AllahTa’la menyukai pakaian berwarna putih, dan sesungguhnya Dia menciptakan surgaitu putih.””( Syekh ‘Abdullah bin Mahmud al-Mausuli al-Hanafi, al-Ikhtiyarlita’lil al-mukhtar,  juz 4, hal 190)

7.ولبس الثوب الأحمر والمعصفر حرام وأفضل الثياب البيض
“Memakaipakaian berwarna merah dan pakaian yang dicelup tumbuhan berwarna kuning adalahharam. Dan yang afdlal/lebih utama adalah pakaian putih.”( SyekhMuhammad bin Abi Bakr ar-Razi al-Hanafi, Tuhfah al-Muluk, juz1,  hal 277)
8.(وَيُسْتَحَبُّ ) الثَّوْبُ ( الْأَبْيَضُ ……) لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ { إنَّ اللَّهَ يُحِبُّالثِّيَابَ الْبِيضَ وَإِنَّهُ خَلَقَ الْجَنَّةَ بَيْضَاءَ }
“(Disunnahkan)pakaian berwarna putih…..berdasarkan hadits Rasulullah Saw {Sesungguhnya AllahSwt. menyukai pakaian berwarna putih. Dan sesungguhnya ia menciptakan surga ituputih.”(Syekh Zadah al-Hanafi, Majma’ al-anhar, juz 8, hal 149)

9.}يُسْتَحَبُّ لِلْمُحْرِمِ لُبْسُ الْبَيَاضِ بَلْ وَغَيْرُالْمُحْرِمِ ؛ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ { : الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْالْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ } ،وَفِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ { : الْبَسُوا الثِّيَابَ الْبِيضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُوَأَطْيَبُ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ } .
“…disunnahkanuntuk orang yang sedang ihram memakai pakaian berwarna putih, akan tetapi jugadisunnahkan untuk dipakai saat selain ihram؛berdasarkan hadits Rasulullah Saw.: “Pakailah oleh kalian pakaian berwarnaputih. Sesungguhnya ia adalah pakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannyaorang yang meninggal diantara kalian.” ، dan pada hadits lain :”Pakailah oleh kalian pakaian yangberwarna putih. Sesungguhnya pakaian yang berwarna putih itu adalah pakaianyang paling suci dan yang terbaik, dan kafanilah dengannya orang yang meninggaldiantara kalian.”.”( Syekh Muhammad bin ‘Abdillahal-Kharasyi al-Maliki, Syarah Mukhtashar Khalil, Juz 8, hal 88)
10.( فَائِدَةٌ ) ذَكَرُوا أَنَّهُ يَنْبَغِي لِلْإِنْسَانِ أَنْ يَلْبَسَ أَحْسَنَ الْمَلْبُوسِخُصُوصًا فِي حَالِ صَلَاتِهِ وَأَفْضَلُهُ الْبَيَاضُ
“(Faidah)mereka menyebutkan bahwa seyogyanya bagi orang-orang agar memakai pakaian yangpaling baik, khususnya pada saat shalat, dan yang paling afdlal adalah pakaianberwarna putih.”( Syekh Muhammad bin ‘Abdillah al-Kharasyi al-Maliki,Syarah Mukhtashar Khalil, juz 3, hal 234)
11.( قَوْلُهُ : وَلُبْسُ الثِّيَابِ الْجَمِيلَةِ ) فِيهِ إشَارَةٌ إلَى أَنَّ قَوْلَالْمُصَنِّفِ وَجَمِيلُ ثِيَابٍ مِنْ إضَافَةِ الصِّفَةِ لِلْمَوْصُوفِ ( قَوْلُهُوَأَفْضَلُهَا الْبَيَاضُ ) يَقْتَضِي أَنَّ الْجَمِيلَ شَرْعًا يَكُونُ أَبْيَضَ وَغَيْرَأَبْيَضَ إلَّا أَنَّ الْأَبْيَضَ
“(Perkataannya: dan pakaian yang bagus) didalamnya terdapat isyarat kepada perkataanpengarang. Dan pakaian yang bagus merupakan idlafah shifat untuk yangdisifati(ash-Shifah li al-Maushuf). (Perkataannya dan yang paling afdlal adalah(pakaian)berwarna putih), itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan bagusmenurut syara’ itu khususnya adalah (pakaian) berwarna putih. Dan dengan selainyang putih, tetaplah putih yang paling afdlal(utama).” (SyekhMuhammad bin ‘Abdillah al-Kharasyi al-Maliki, Syarah Mukhtashar Khalil, juz 5, hal 194 )
12.قوله: ( وأفضلها الأبيض ) : اعلم أن لبس الثياب الجميلة يوم الجمعة مندوب لا لأجل اليومبل لأجل الصلاة
“Perkataannya:(dan yang paling afdlal adalah pakaian berwarna putih) :”ketahuilahsesungguhnya pakaian yang bagus(berwarna putih) dihari Jum’at itu adalah yangdisunnahkan. Akan tetapi hal itu bukan hanya terbatas pada hari Jum’at atauhari tertentu saja,tapi disunnahkan pada setiap melaksanakan shalat.”( SyekhAhmad ash-shawi al-Maliki, Bulghah as-salik, juz 1, hal 331)
13......فيستحبالتزين للجمعة بأخذ الشعر والظفر والسواك وقطع الرائحة الكريهة ويلبس أحسن الثياب وأولاهاالبيض

“…makadisunnahkan berhias pada hari Jum’at dengan memotong rambut dan kuku,bersiwak(gosok gigi), memakai minyak wangi,memakai pakaian yang terbaik, danyang paling utama adalah pakaian berwarna putih.”(Syekh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad asy-Syarbini al-Khatib asy-Syafi’i,al-Iqna’ , juz 1, hal 162)
14.(وقوله) أفضل الثياب البياض كان الاحسن أن يقول البيض ويصح البياض علي تقدير افضل الوانالثياب البياض وهو معنى الحديث البسوا ثياب البيض أي ثياب الالوان البيض
فقال اصحابنا يستحب مع الاغتسال للجمعة أن يتنظف بازالة أظفار وشعروما يحتاج الي ازالتهما كوسخ ونحوه وأن يتطيب ويدهن ويتسوك ويلبس أحسن ثيابه وافضلهاالبيض ويستحب للامام أكثر مما يستحب لغيره من الزينة وغيرها وأن يتعمم ويرتدى وأفضلثيابه البيض كغيره هذا هو المشهور وذكر الغزالي في الاحياء كراهة لباسه السواد وقالهقبله أبو طالب المكى
“(Danperkataannya) yang paling afdlal adalah pakaian berwarna putih(al-Bayadl.Sesungguhnyaadalah lebih baik jika mengatakannya dengan lafazh al-Baidl.Dan yang benartentang penafsiran al-bayadl adalah pakaian yang terbuat dari kain berwarnaputih,karena sesuai dengan makna hadits”Pakailah oleh kalian pakaian berwarnaputih”, yakni pakaian yang terbuat dari kain berwarna putih….maka berkata paraulama dari madzhab kami, disunnahkan mandi pada hari jum’at, membersihkan diridengan menghilangkan kotoran dari badan serta rambut dan pada apa-apa yangperlu dibersihkan, meminyaki rambut,memakai minyak wangi, bersiwak, memakaipakaian yang terbaik dan yang paling utama adalah pakaian berwarna putih .Dandisunnahkan bagi imam membanyakkannya/sangat menekankannya, lebih dari orangyang bukan imam, dengan menambahkan memakai sorban dan rida. Dan tetaplah yangpaling afdlal kesemuanya itu berwarna putih, seperti yang lainnya juga,inilahpendapat yang masyhur. Dan telah berkata Imam Ghazali  dalam kitab ihya’,tentang makruhnya pakaianberwarna hitam, dan itulah perkataan yang diucapkan sebelumnya oleh Abu Thalibal-Makki(pengarang kitab Qut al-Qulub).”(Imam Nawawi asy-Syafi’i, al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab, juz 4,hal 538)
15.( وَ ) يُسَنُّ ( أَنْ يَتَزَيَّنَ ) حَاضِرُ الْجُمُعَةِ الذَّكَرُ ( بِأَحْسَنِ ثِيَابِهِوَطِيبٍ ) لِحَدِيثِ { مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِوَمَسَّ مِنْ طِيبٍ إذَا كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ وَلَمْ يَتَخَطَّأَعْنَاقَ النَّاسِ ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللَّهُ ثُمَّ أَنْصَتَ إذَا خَرَجَ إمَامُهُحَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَانَ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِالَّتِي قَبْلَهَا } رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيحِهِ وَالْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ، وَقَالَ : إنَّهُ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ ، وَأَفْضَلُ ثِيَابِهِ الْبِيضُلِخَبَرِ { الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوافِيهَا مَوْتَاكُمْ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُ وَصَحَّحُوهُ .
“(Dan)disunnahkan(agar berhias) saat menghadiri shalat Jum’at (dengan pakaian yangbaik dan memakai minyak wangi)berdasarkan hadits{Barangsiapa yang mandi padahari jum’at,memakai siwak, memakai pakaian yang terbaik, memakai minyak wangijika dia memilikinya, kemudian mendatangi masjid sementara dia tidak melangkahipundak-pundak orang lain sehingga dia ruku’(shalat), kemudian mendengarkan padasaat Khatib berkhutbah dan hingga mengikutinya sampai selesai shalatnya, makahal itu sebagai penghapus dosa-dosa yang terjadi antara jum’at ini dengan harijum’at sebelumnya}. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya danal-Hakim dalam kitab mustadraknya. Ia al-Hakim berkata bahwa hadits tersebutshahih menurut syarat imam Muslim. Dan yang paling afdlal adalah pakaianputih,berdasarkan hadits{Pakailah oleh kalian pakaian putih. Sesungguhnya iaadalah pakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannya orang yang meninggaldiantara kalian.”},diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya dan merekamenshahihkannya.”( Syekh Syamsyuddin Muhammad al-Khatibasy-Syarbini asy-Syafi’i, Mughn al-Muhtaj, juz 4, hal 31 )
16.(والثالث) أحسن ثيابه من الأبيض والأخضر لأنهما من لباس رسول الله صم. والأولى لبس(الثياب البيض فإنها أفضل الثياب) وبعدها الأخضر في كل زمن حيث لا عذر
“(Dan yang ketiga memakai)pakaian terbaik dari yang berwarnaputih dan hijau. Karena keduanya adalah pakaian Rasulullah Saw. Dan yang palingutama adalah memkai( pakaian berwarna putih, karena ia adalah sebaik-baikpakaian),dan setelahnya adalah hijau, yang berlaku pada setiap zaman selamatidak ada ‘udzur.”( Syekh Nawawi al-Bantani, Tausyih ‘alaIbni Qasim, hal 82) 

17.( وَ ) يُسَنُّ ( لُبْسُ الثِّيَابِ الْبِيضِ ) لِحَدِيثِ { الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْالْبِيضَ ، فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ } رَوَاهُأَبُو دَاوُد ( وَهِيَ ) أَيْ الثِّيَابُ الْبِيضُ ( أَفْضَلُ ) مِنْ غَيْرِهَا ( وَ) تُسَنُّ ( النَّظَافَةُ فِي ثَوْبِهِ وَبَدَنِهِ وَمَجْلِسِهِ ) لِخَبَرِ { إنَّاللَّهَ نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ } وَكَانَ ابْنُ مَسْعُودٍ يُعْجِبُهُ إذَا قَامَإلَى الصَّلَاةِ الرِّيحَ الطَّيِّبَةَ وَالثِّيَابَ النَّظِيفَةَ .

(Dan) disunnahkan(memakai pakaian berwarna putih) berdasarkanhadits{Pakailah oleh kalian pakaian berwarna putih. Sesungguhnya ia adalahpakaian terbaik kalian, dan kafanilah dengannya orang yang meninggal diantarakalian.” },diriwayatkan Abu Daud.(Dan ia)yakni pakaian berwarna putih(lebih utama) dari selainnya(dan) disunnahkan (menjagakebersihan pada pakaiannya, badannya,dan majlisnya) berdasarkan pada hadits {SesungguhnyaAllah Swt adalah Nazhifun= Maha Bersih yang menyukai kebersihan}. Dansesungguhnya Ibnu Mas’ud suka membuat takjub orang lain ketika berdiri hendakshalat dengan aroma minyak wanginya dan pakaiannya yang bersih.”( SyekhManshur bin Yunus al-Buhuti asy-Syafi’i, Kasysyaf al-qina’ ‘an al-‘iqna’, juz 2,hal 341)
18. لأن الأبيضهو أفضل الثياب ؛ وقد قال - صلى الله عليه وسلم - : (( خير ثيابكم البيض فالبسوها وكفنوافيها موتاكم ))……… فاستحبوالبس الأبيض ؛ لأن النبي -- صلى الله عليه وسلم -- فضله واستحبه للأمة
 “Karena sesungguhnya( pakaian) berwarna putihadalah pakaian yang paling utama؛  dansesungguhnya Nabi Saw bersabda :((pakaian terbaik kalian adalah putih, makapakailah oleh orang yang hidup dan kafanilah dengannya orang yang meninggaldiantara kalian.))………….maka cintailah oleh kalian pakaian berwarna putih,karena sesungguhnya Nabi Saw mengutamakannya dan mensunnahkannya bagi umatnya.”          (Syekh asy-Syanqithi,  Durus ‘umdahal-fiqh karangan , juz 4, hal 340)




Hadits-haditstentang gamis dan jubah
19. عَنْ أُمِّسَلَمَةَ قَالَتْ : لَمْ يَكُنْ ثَوْبٌ أَحَبَّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِوسَلَّمَ مِنَ الْقَمِيصِ
DariUmmu Salamah, ia berkata :”Tidaklah ditemukan pakaian yang paling dicintaiRasulullah selain dari pada gamis.”(HRIbnu Majah, al-Hakim, dan Abu Dawud)
20. عَنْ أُمِّسَلَمَةَ ، قَالَتْ : كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقَمِيصُ
DariUmmu Salamah, ia berkata :”Sesungguhnya pakaian yang paling dicintai RasulullahSaw adalah gamis.”(HR. an-Nasa’i danat-Tirmidzi)
21. عَنِ ابْنِعَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَلَبِسَ قَمِيصًا وَكَانَ فَوْقَ الْكَعْبَيْنِ وَكَانَ كُمُّهُ مَعَ الأَصَابِعِ.
DariIbnu ‘Abbas r.a: “Sesungguhnya Nabi Saw memakai gamis di atas mata kaki, danlengan bajunya sebatas jari-jari tangannya.”HRal-Hakim)
22. عن أبي هريرة: أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا لبس قميصا بدأ بميامنه
DariAbu Hurairah :”Sesungguhnya Nabi Saw tatkala hendak memakai gamis, maka iamemulainya dari sebelah kanan.”(HR an-Nasa’i)
23. حَدَّثَنَاعَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ-صلى الله عليه وسلم- تَقُولُ : مَا كَانَ شَىْءٌ مِنَ الثِّيَابِ أَحَبُّ إِلَى رَسُولِاللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنَ الْقَمِيصِ
Telahmemberitahukan kepada kami ‘Abdullah bin Buraidah ia berkata, aku mendengarUmmu Salamah istri Nabi Saw berkata:”Tidak ada sesuatupun dari pakaian yangpaling dicintai Rasulullah Saw selain daripada gamis.”(HRal-Baihaqi)
24. عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ يَلْبَسُ قَمِيصًا قَصِيرَ الْيَدَيْنِ، وَالطُّولِ.
DariIbnu ‘Abbas, ia berkata:”Sesungguhnya Rasulullah Saw sering memakai gamis yanglengannya pendek, dan terkadang yang lengannya panjang.”(HR.Ibnu Majah)

25. عَنْ مُغِيرَةَبْنِ شُعْبَةَ قَالَ : كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرٍ فَقَالَيَا مُغِيرَةُ خُذِ الإِدَاوَةَ فَأَخَذْتُهَا فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهعليه وسلم حَتَّى تَوَارَى عَنِّي فَقَضَى حَاجَتَهُ ، وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ شَأْمِيَّةٌفَذَهَبَ لِيُخْرِجَ يَدَهُ مِنْ كُمِّهَا فَضَاقَتْ فَأَخْرَجَ يَدَهُ مِنْ أَسْفَلِهَافَصَبَبْتُ عَلَيْهِ فَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّصَلَّى
Dari‘al-Mughirah bin Syu’bah , ia berkata:”Aku sedang bersama Rasulullah Saw dalamsafar. Maka Rasulullah berkata’,wahai Mughirah ambilkanlah kantung air’.Makaaku mengambil kantung air. Setelah itu Rasulullah Saw pergi ketempat jauhhingga tidak tampak dari pandanganku, lalu Beliau buang hajat. Saat itu Beliaumemakai jubah syamiyah,lalu hendak mengeluarkan tangannya dari lengan jubahnya.Karena lengan jubahnya sempit, maka beliau Saw mengeluarkan  tangannya dari bawah jubahnya, lalu akumenuangkan air untuknya, lalu beliau Saw berwudlu untuk shalat dan mengusapsepatunya, lalu akhirnya Beliau Saw melaksanakan shalat.” (HRBukhari,Muslim, Ahmad,an-Nasai,Ibnu Khuzaimah,al-Baihaqi, Abi ‘Awanah,at-Thabrani,‘Abdu Razzaq,ad-Darimi,Abi Syaibah)
Haditstersebut di atas merupakan isyarat bahwa Rasulullah Saw sering memakai jubah.
26. حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِأَبُو عُمَرَ مَوْلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ قَالَ رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ فِىالسُّوقِ اشْتَرَى ثَوْبًا شَامِيًّا فَرَأَى فِيهِ خَيْطًا أَحْمَرَ فَرَدَّهُ فَأَتَيْتُأَسْمَاءَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهَا فَقَالَتْ يَا جَارِيَةُ نَاوِلِينِى جُبَّةَ رَسُولِاللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَخْرَجَتْ جُبَّةَ طَيَالِسَةَ مَكْفُوفَةَ الْجَيْبِوَالْكُمَّيْنِ وَالْفَرْجَيْنِ بِالدِّيبَاجِ.
Mengabarkankepada kami ‘Abdullah Abu ‘Umar Maula Asma’ binti Abu Bakar, ia berkata:”Akumelihat Ibnu ‘Umar di pasar sedang membeli pakaian syamiyah, aku melihat adabenang merah pada jubahnya.Maka aku pergi meninggalkannya tuk menemui Asma’,laluakupun menceritakan hal tersebut padanya. Maka Asma’ pun berkata’wahaijariyah(pembantu) ambilkan untukku jubah Rasulullah Saw. Maka jariyah punmengeluarkan/memperilihatkan sebuah jubah persia hijau yang mempunyai kelim/lipatanyang ada sakunya, juga ada lengan baju dan dua celah yang terbuat dari sutera.”(HRAbu Dawud)
Haditstersebut di atas merupakan isyarat bahwa Rasulullah Saw sering memakai jubah.
Tambahan.Memakai sarung dalam aktivitas sehari-hari juga adalah sunnah Rasulullah Saw.,yang ditunjukkan oleh salah satu hadits di bawah ini :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ : خَطَبَنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَفَاتٍ فَقَالَ مَنْ لَمْيَجِدِ الإِزَارَ فَلْيَلْبَسِ السَّرَاوِيلَ ، وَمَنْ لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِالْخُفَّيْنِ.
DariIbnu ‘Abbas ra.,ia berkata:”Rasulullah Saw berkhutbah kepada kami saat dipadang ‘Arafah. Beliau bersabda:”Barang siapa yang tidak mempunyai sarung makapakailah celana. Barang siapa yang tidak mempunyai sepasang sandal makapakailah sepasang sepatu.”

Pernyataanpara ‘Ulama tentang gamis dan jubah
27. ولبس القميصوكان أحبَّ الثياب إليه، وكان كُمُّه إلى الرُّسُغ
“Danpakaian gamis, sesungguhnya ia adalah pakaian yang paling dicintai RasulullahSaw. Dan Bahwasannya terdapat saku hingga pergelangan tangannya.”(Syekh ‘Ali bin Nayif asy-Syuhud, al-Muhadzdzab fi tafsir ,juz 1,hal 481)
28. قَوْلُهُ: ( أَحْسَنَ ثِيَابِهِ ) وَأَنْ يَتَقَمَّصَ وَيَتَعَمَّمَ وَيَتَطَيْلَسَ وَيَرْتَدِيَ
“Perkataannya:(yang paling baik pakaiannya),yaitu sesungguhnya yang bergamis, bersorban,berjubah hijau, berrida’.”( Syekh Sulaimanal-Bujairimi asy0Syafi’i, Tuhfah al-Habib, juz 2,  hal 111)
29. وَفِي كِتَابِاللِّبَاسِ لِلْقَاضِي يُسْتَحَبُّ لِبْسُ الْقَمِيصِ ، وَاحْتَجَّ بِقَوْلِ أُمِّسَلَمَةَ { كَانَ أَحَبُّ الثِّيَابِ إلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ الْقَمِيصَ ، } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ
“Dandi dalam kitab “al-Libas” karangan al-Qadli,”Disunnahkan memakaigamis,berdasarkan hujah dari Ummu Salamah{:”Sesungguhnya pakaian yang paling dicintaiRasulullah Saw adalah gamis.”(H.R Abu Dawud dan at-Tirmidzi).(Syekh Muhammad bin Muflih al-Hambali, al-Furu’, juz 2, hal23)
30. (وتستحبصلاته في ثوبين) كالقميص والرداء والإزار أو السراويل مع القميص
“(Dandisunnahkan dalam shalat memakai pakaian yang sepasang) semisal gamis dan rida’,dan sarung, atau memakai celana yang dirangkap dengan gamis.”(‘Abdurahman an-Najdi, Hasyiyah ar-Raudl, juz 1,hal 499)



Hadits-haditstentang sorban
31.عَنْ أَبِى جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِىِّ بْنِ رُكَانَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّرُكَانَةَ صَارَعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَصَرَعَهُ النَّبِىُّ -صلىالله عليه وسلم- قَالَ رُكَانَةُ وَسَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ« فَرْقُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ الْعَمَائِمُ عَلَى الْقَلاَنِسِ».

DariAbi Ja’far bin Muhammad bin ‘Ali bin Rukanah dari ayahnya:”Sesungguhnya Rukanahbergulat dengan Nabi Saw.,maka Nabi Saw. pun membanting Rukanah. Rukanahberkata,’aku mendengar Nabi Saw bersabda:{Perbedaan antara kita dan antaraorang-orang Musyrik adalah sorban di atas peci}.’”(HR Abu Dawud,at-Tirmidzi, ath-Thabrani, al-Hakim, al-Baihaqi)
Penjelasan:di dalam kitab Tanqih al-qaul dijelaskan bahwa jika memakai peci saja, makamenyerupai dengan kaum Musyrikin, karena kaum Musyrikin pun suka memakai pecitapi tidak mengenakan sorban di atas pecinya. Di dalam kitab ad-Di’amah jugadisebutkan, karena banyak keterangan bahwa kita dilarang tasyabbuh(menyerupai)orang-orang kafir dalam berbagai keadaan, juga saat berpakaian pada waktuberibadah.
32.عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا اعْتَمَّ سَدَلَعِمَامَتَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ. قَالَ نَافِعٌ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَسْدِلُ عِمَامَتَهُبَيْنَ كَتِفَيْهِ.
DariIbnu ‘Umar ia berkata :”Sesungguhnya Rasulullah Saw tatkala memakai sorban,dijuraikan(buntut)sorbannya itu diantara dua pundak/bahunya.”(HR. at-Tirmidzidan al-Baihaqi)

33.حَدَّثَنِى شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَعَوْفٍ يَقُولُ عَمَّمَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَسَدَلَهَا بَيْنَيَدَىَّ وَمِنْ خَلْفِى
Telahmengabarkan kepadaku seorang Syekh dari penduduk Madinah ia berkata, akumendengar ‘Abdurahman bin ‘Auf berkata:”Rasulullah Saw memakaikan sorbanpadaku,maka dijuraikanlah(buntut)sorban tersebut diantara kedua tanganku, dibelakangku.”(HR.Abu Dawud, Abi Ya’la dan al-Baihaqi)
34.عن جابر قال, قال رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم: رَكْعَتَانِ بِعَمَامةٍ خَيْرٌمِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِلاَ عِمَامَةٍ)
DariJabir ia berkata,Rasulullah Saw bersabda:”Shalat dua raka’at dengan memakaisorban, lebih baik/utama dari pada shalat tujuh puluh raka’at tanpa memakaisorban.”HR.ad-Dailami,lihatkitab Syarah jami’ ash-Shagir oleh Syekh al-Manawi juz 4 hadits no4468).Shalat adalah menghadap Sang Maha Raja, dan datang menghadap ke hadirat SangMaha Raja tanpa berhias adalah menyalahi adab!(Kitab Tanqih al-Qaul)
35.قال صلى الله عليه وسلم: تَعَمَّموا فَإنَّ المَلائِكَةَ تَعَمَّمَتْ
RasulullahSaw bersabda:”Bersorbanlah kalian, karena sesungguhnya para malaikat itubersorban.”(Syekh Nawawi al-Bantani, Tanqih al-qaul, babkeutamaan sorban)
Syaikh Muhammad Ibn Jamil Zainu(Imam Muhammad Ibn Saud Islamic University) dalam bukunya (Al-SyamailAl-Muhammadiyyah , hal 106):
بَلَى إِنْ تَصْبِرُواوَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِآلَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِينَ (125)
 “ Ya (cukup), jika kamu bersabar danbersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga,niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. (S.Al Imran : 125).Ibnu ‘Abbas berkata:”Tanda itu maksudnya adalah memakai sorban.”                                                                       
36. وعن أبيهريرة معا ( إن لله عز وجل ملائكة وقوفا بباب المسجد يستغفرون لأصحاب العمائم البيض)
“Beberapamalaikat Allah akan berdiri di depan pintu mesjid dan memintakan ampun bagimereka yang memakai sorban berwarna putih” (Hafizhas-Sakhawi Al-Maqaasidul Hasanah, Hal 466)
37.عَنِ ابْنِ الْمُغِيرَةِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَسَحَعَلَى الْخُفَّيْنِ وَمُقَدَّمِ رَأْسِهِ وَعَلَى عِمَامَتِهِ.
DariIbnu al-Mughirah dari Ayahnya:”Bahwasannya  Nabi Saw mengusap dua sepatunya, bagian depankepalanya, dan sorbannya (saat wudlu).”(HR. Muslim, AbuDaud)
Haditstersebut di atas memberikan isyarat bahwa Rasulullah Saw. memakai sorban
38.عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللَّهَوَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى أَصْحَابِ الْعَمَائِمِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
DariAbi Darda’ ia berkata,Rasulullah Saw bersabda:”Sesungguhnya Allah Swt dan paramalaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang memakai sorban pada hariJum’at).”(HR.ath-Thabranidan Abu Nu’aim)
39. وقال صلىالله عليه وسلم: صَلَّتِ المَلاَئِكَةُ عَلَى المُتَعَمِّمينَ يَوْمَ الجُمُعَة)
RasulullahSaw bersabda:”Malaikat memintakan rahmat untuk orang-orang yang memakai sorbanpada hari Jum’at.” (Syekh Nawawial-Bantani, Tanqih al-qaul, bab keutamaan sorban)
40. (وقال صلىالله عليه وسلم: تَعَمَّمُوا فَإنَّ الشَّياطِينَ لاَ تَتَعمَّمُ)
RasulullahSaw bersabda:”Bersorbanlah kalian , karena sesungguhnya setan tidak bersorban.”(Syekh Nawawi al-Bantani, Tanqih al-qaul, bab keutamaan sorban)
41. وقال صلىالله عليه وسلم: العَمَائِمُ سِيمَا المَلائِكَةِ فَأرْسِلُوهاخَلْفَ ظُهورِكُمْ
RasulullahSaw bersabda:”Sorban adalah kekhususan/ciri malaikat, maka juraikanlah(buntutnya)di belakang punggung kalian.”(HR. Ibnu ‘Adi danal-Baihaqi dalam kitab khulashah)
42. (قال النبيصلى الله عليه وسلم: العَمَائِمُ تِيجانُ العَرَبِ فَإذَا وَضَعُواالعَمَائِمَ وَضَعُوا عِزَّهُمْ)
RasulullahSaw bersabda :”Sorban adalah mahkotanya orang Arab. Jika mereka meletakkansorban, maka berarti mereka telah meletakkan kemuliannya.”(HRad-Dailami)
 .43عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ بن أُسَامَةَ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعْتِمُوا تَزْدَادُوا حِلْمًا.

DariAbi al-Malih bin Usamah dari ayahnya ia berkata, Rasulullah Saw bersabda :Bersorbanlah kalian, niscaya kalian akan bertambah sabar.”(HR.at-Thabrani)
 .44و حكى ابن عبد البرعن علي كرم الله وجهه أنه قال : ( تمام جمالة المرأة في خفها، وتمام جمال الرجل فيعمته)
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abdil Bar dariImam ‘Ali Kw, sesungguhnya beliau berkata:” Kesempurnaan kecantikan wanita adapada selopnya, dan kesempurnaan ketampanan laki-laki ada pada sorbannya.” (Ibnu Muflih al-Hambali,  al-Adabu Syar’iyyah, juz 3, hal 354)



Pernyataanpara ‘Ulama tentang sorban
54. قَدْ رَوَى الْبَيْهَقِيُّ فِيشُعَبِ الْإِيمَانِ عَنْ أَبِي عَبْدِ السَّلَامِ قَالَ سَأَلْت ابْنَ عُمَرَ كَيْفَ{ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَمُّ قَالَ كَانَ يُدِيرُالْعِمَامَةَ عَلَى رَأْسِهِ وَيَغْرِزُهَا مِنْ وَرَائِهِ وَيُرْسِلُ لَهَا مِنْ وَرَائِهِذُؤَابَةً بَيْنَ كَتِفَيْهِ }
“Telahmeriwayatkan al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dari Abi ‘Abdis Salam, iabertanya kepada kepada Ibnu ‘Umar bagaimana sesungguhnya cara Rasulullah Sawmemakai sorban. Ia berkata :”Sesungguhnya beliau Saw melilitkan sorbannya kekepalanya, menancapkan buntutnya ke bagian belakang, dan menjuraikan(buntutnya)ke belakang rambutnya diantara dua bahunya.”(Syekh Sulaiman bin ‘Umar al-Jamal asy-Syafi’i, Hasyiyah Jamal, juz 6,hal 201)
46.وَيُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَعْتَمَّ من وجبت عليه الجمعة....... وَلِقَوْلِهِ {صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ} : الْعَمَائِمُ تِيجَانُ الْعَرَبِ .
“Dan disunnahkan baginya agar bersorban pada hari Jum’at………berdasarkanpada hadits Rasulullah Saw :”Sorban itu adalah mahkotanya orang Arab.”( Al-Qadlial-Mawardi asy-Syafi’i, al-Hawi, juz 2, hal 1031)
47.الْمُخْتَارُ لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْيَوْمِ مِنَ الزِّينَةِ ( يوم العيد ) ، وَحُسْنِالْهَيْئَةِ وَلُبْسِ الْعَمَائِمِ ، وَاسْتِعْمَالِ الطِّيبِ وَتَنْظِيفِ الْجَسَدِ، وَأَخْذِ الشَّعْرِ وَاسْتِحْسَانِ الثِّيَابِ.
“(Pendapat)yang terpilih bagi orang-orang pada saat hari ini(hari ‘Id) tentang berhiasadalah membaguskan rupa, memakai sorban, menatanya dengan baik, dan menjagakebersihan badan. Juga menyisir rambut, merapihkan pakaian.” (Al-Qadlial-Mawardi asy-Syafi’i, al-Hawi, juz 2, hal 455)
48.(قوله: لخبر: إن الله وملائكته إلخ) أي ولخبر: صلاة بعمامة أفضل من خمس وعشرين بغيرعمامة، وجمعة بعمامة أفضل من سبعين بغير عمامة
“(Danperkataannya berdasarkan khabar:’sesungguhnya Allah Swt dan paraMalaikatnya…..’) dan berdasarkan khabar:’shalat dengan memakai sorban lebihutama daripada solat dua puluh raka’at tanpa memakai sorban. Dan Shalat Jum’atdengan memakai sorban lebih utama daripada shalat jum’at tujuh puluh rakaattanpa memakai sorban.”( Sayyid Syatha’ ad-Dimyati asy-Syafi’i,Hasyiyah i’anah ath-Thalibin, juz 2,hal95)


49.ثُمَّ الْعِمَامَةُ على صِفَتِهَا في السُّنَّةِ وَالرِّدَاءُ في الصَّلَاةِ مَطْلُوبٌشَرْعًا وهو أَنْ يَجْعَلَهُ على كَتِفَيْهِ
“Kemudiansorban atas sifatnya dalam sunnah dan rida’ dalam shalat,  yang dituntut secara syara’ dalampemakaiannya adalah dengan menguraikan(buntutnya) di belakang pundaknya.”( SyekhIbnu Hajar al-Haitami, Fatawa fiqhiyah kubra,  juz1,  hal 169)
50.وعبارة التحفة: وتسن العمامة للصلاة، ولقصد التجمل، للاحاديث الكثيرة فيها، واشتدادضعف كثير منها يجبره كثرة طرقها، وزعم وضع كثير منها تساهل، كما هو عادة ابن الجوزيهنا، والحاكم في التصحيح - ألا ترى إلى حديث: اعتموا تزدادوا حلما.
حيث حكم ابن الجوزي بوضعه، والحاكم بصحته، استرواحامنهما على عادتهما ؟ وتحصل السنة بكونها على الرأس أو نحو قلنسوة تحتها.

“Menurut Ibarat kitab Tuhfah:”dan disunnahkan memakai sorbanuntuk shalat, dan berhias,berdasarkan hadits-hadits yang banyak tentang haltersebut. Dan kesangatan dla’if yang banyak dari padanya, dapat dinaikkanderajatnya dikarenakan oleh banyak thuruq(riwayatnya) dari jalur lain . Danprasangka dugaan tentang banyak kepalsuan dari hadits-hadits tersebut adalahsikap yang terlalu merendahkan, seperti kebiasaan Ibnul Jauzi dalam hal inidengan terlalu menganggap palsu suatu hadits. Dan kebiasaan
 al-Hakim dalam pentashihannya(menshahihkan).Lihatlah kepada hadits (اعتمواتزدادوا حلما=bersorbanlahkalian, niscaya kalian akan bertambah sabar  ). .”( Sayyid Syatha’ ad-Dimyatiasy-Syafi’i, Hasyiyah i’anah ath-Thalibin, juz 2, hal 95)
51.وفي خبر أنه كان له ثلاث قلانس : قلنسوة بيضاء ، مضرية ، وقلنسوة بردة حبرة ، وقلنسوةذات آذان يلبسها في السفر ، وربما وضعها بين يديه إذا صلى ، ويؤخذ من ذلك أن لبس القلنسوةالبيضاء يغني عن العمامة ، وبه يتأيد ما اعتاده بعض مدن اليمن من ترك العمامة من أصلها
“Dandi dalam suatu hadits bahwa Rasulullah Saw mempunyai tiga peci: peci putih,Mudlarriyah,dan peci Burdah Habarah. Peci tersebut terkadang dipakai dalamsafar, dan terkadang ditaruhnya diantara kedua tangannya tatkala beliau Sawshalat. Dan dapat difahami dari hal tersebut, bahwa memakai peci putih itusudah terkaya dari pada sorban. Dan dengannya jadi kuatlah kebiasaanorang-orang di sebagian kota-kota di negeri Yaman dari pada meninggalkan sorbansama sekali.”( Sayyid ‘Abdurahman al-Masyhur asy-Syafi’i, Bughyahal-Mustarsyidin, hal 87)
52.والعمامة مستحبة في هذا اليوم وروى واثلة بن الأسقع أن رسول الله صلى الله عليه و سلمقال إن الله وملائكته يصلون على أصحاب العمائم يوم الجمعة فإن أكربه الحر فلا بأس بنزعهاقبل الصلاة وبعدها ولكن لا ينزع في وقت السعي من المنزل إلى الجمعة ولا في وقت الصلاةولا عند صعود الإمام المنبر وفي خطبته
“Dansorban itu disunnahkan memakainya pada hari ini(Jum’at). Dan telah meriwayatkanWatsilah bin al-Asqa’ bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: SesungguhnyaAllah Swt dan para Malaikatnya bershalawat kepada orang-orang yang memakaisorban di hari Jum’at. Maka jika cuaca panas merisaukannya, tidaklah mengapasorban tersebut ditanggalkan sebelum shalat dan sesudahnya. Akan tetapijanganlah ditanggalkan di waktu berjalan dari rumah menuju shalat Jum’at,jangan pula di waktu shalat,dan jangan pula di waktu Khatib/Imam naik mimbarsaat berkhutbah.”(al-Ghazali, Ihya’ ‘ulumid ad-din, juz 1, hal 181)
53.“Semoga dengan penjelasan ini,para Fuqaha akan menerima fakta bahwa pahalashalat dengan memakai sorban adalah lebih besar daripada shalat tanpa memakaisorban”(FatawaRashidi, hal326 dan FatawaRahimia,  juz 4, hal 359).
54. “Maulana Rashid Ahmad Gangohi telah menulis sepertiberikut ini ketika menjawab satu pertanyaan tentang sorban;“Membolehkan seorangImam (dalam shalat) tanpa memakai sorban adalah sama sekali diizinkan tanpasuatu celaan. ………Namun kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa dengan memakai sorban,pahala akan meningkat.”(Fatâwa Rasyidia, hal 326)
55. “Allamah Anwar Shah Kashmiri telah menulis; “dari pandanganpara fuqaha (ahli fiqgih), kami menemukan bahwa adalah mustahab (sangatdisukai) jika sholat dilaksanakan dengan memakai tiga macam pakaian, satusiantaranya adalah sorban.” (Faidl al-Bari, juz2, hal 8)
56. “Maulana Muhammad Zakariya Khandahlawi telah menulisdalam ‘Khasâil-e-Nabawi’ (Penjelasan Kitab Syamail Tirmizi): Memakaisorban adalah Sunnat-Mustamirrah’ (terus–menerus dilakukan oleh Nabi Sallallahualayhi wa sallam). Nabi Sallallahu alayhi wa sallam sangat menganurkan kitauntuk memakai sorban. Telah diriwayatkan dalam mahfum hadits: “Pakailah sorban.Karena itu akan membuatmu sabar” (Fathul Baari) Juga telah diriwayatkan bahwathat seseorang bertanya kepada Hadhrat Ibn Umar R.a. :”apakah memakai sorbanitu adalah sunnah atau bukan?” Beliau menjawab bahwa itu adalah sunnah.
57. “Dalambeberapa kitab tentang biograf para Imam empat madzhab,Imam al-Suyuti and al-Haitami meriwayatkan bahwa beliau (ImamHanafi) memiliki tujuh buah sorban, mungkin beliau memakai satu sorban untuksatu hari dalam seminggu. Juga Imam Syafi’i selalu memakai sorban yangbesar, seolah-olah beliau adalah orang Arab di tengah padang pasir.” Sepertijuga dengan muridnya, Pendiri mazhab Hambali, Ahmad ibn Hanbal selalumemakai sorban dengan melilitkan sebagian ekornya dibawah dagu. Banyakkaum muslimin di Afrika Utara dan di Sudan meniru cara beliau dalam memakaisorban
58. Telah disebutkan juga bahwa Imam Bukhari ketikamempersiapkan perjalanannya ke Samarqand, beliau memakai sorban dan kaos kakidari kulit (Muqaddimah Fathul Bari, Hal 493)
59. “Juga telah diriwayatkan bahwa Imam Muslim suatu ketikapernah meletakkan rida dan sorbanya di depan gurunya lalu pergi meninggalkankelas. (Muqadimah Fathul Bari, hal491).Ini membuktikan bahwa Imam Muslim  ketika mempelajari hadits selalu dalamkeadaan memakai sorban
60. “Ibn Hajar Al-Asqalani (Rahimahullah) telahmenyebutkan di dalam kitab Fathul Baari hal 491 dan 493, bahwasanya Imam Bukhari dan ImamMuslim keduanya selalu memakai sorban.”
Catatan : Walaupun merekabukan orang Arab tapi mengamalkan hal ini (memakai sorban) untuk mengikuti SunnahRasulullah Saw.
61.“Ibn Al-Jawzi dan Ibn Al-Qayyim (dalam kitab Raudatal-muhibbin hal. 225.)mengatakan bahwa Syekh Hasan al-Basri selalu memakai sorban.”
62.Jugadikatakan dalam beberapa buku biografi, bahwa Imam Abu Zakaria an-Nawawi seumurhidupnya hanya memakai gamis dan sorban




Hadits-haditstentang Rida’
63.عن أنس بن مالك ، قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا ارتدى ، أو ترجل  ، أو تنعل ، بدأ بميامنه ، وإذا خلع بدأ بيساره
“Dari Anas bin Malik, ia berkata:”Bahwasanya Nabi Saw tatkalamemakai rida’,atau tatkala berjalan kaki, atau tatkala memakai sandal, makamemulainya dengan bagian kanan dahulu. Dan tatkala melepasnya, maka dimulaidari bagian kiri dahulu.”(HR Abi Syaikh, kitab akhlaq an-Nabiy,hal 284)
64.أخبرنا الشافعي قال : " وأحب للإمام من حسن الهيئة ما أحب للناس ، وأكثر منه ،وأحب لو اعتم فإنه كان يقال إن النبي صلى الله عليه وسلم كان يعتم ، ولو ارتدى ببرد
“Telahmengabarkan kepada kami Imam Syafi’i, ia berkata:”Dan yang paling disukai bagiImam adalah membaguskan penampilannya dari apa-apa yang paling disukai olehorang-orang, dan lebih memperbanyaknya. Dan lebih disukai jikalaubersorban.Karena sesungguhnya bahwasannya dikatakan “sesungguhnya Nabi Sawbersorban,meskipun beliau memakai rida dengan kain bergaris.”(HRal-Baihaqi)



65.عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَوَعَلَيْهِ رِدَاءٌ نَجْرَانِيٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ.
“Dari Anas binMalik ia berkata :”Kami sedang bersama Nabi Saw., dan Beliau memakai rida’orang-orang Nahran yang tebal kelimnya.”(HR. Ibnu Majah)
66.حدثني إسحاق بن عبد الله بن أبي طلحة حدثني أنس بن مالك قال : دخل النبي صلى الله عليهو سلم المسجد وعليه رداء نجراني غليظ الصنعة
“Telahmenceritakan kepadaku Ishaq bin ‘Abdillah bin Abi Thalhah telah menceritakankepadaku Anas bin Malik, i

Pernyataan para ‘Ulama tentang rida’
67. عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ : أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَرْتَدِي رِدَاءً بِأَلْفٍ
“Dari ‘Utsman bin Abi Sulaiman:”Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas memakai rida dengan seringnya(menjadi kebiasaan
).”( Syekh Abu Bakar ad-Dainuri, al-Majalisah wa jawahir al-’Ilmi,juz 2, hal 370)
68. ويسن للمصلي أن يلبس أحسن ثيابه ويرتدي ويتعمم ويتقمص ويتطيلس ولو كان عنده ثوبان فقط لبس أحدهما وارتدى بالآخر
“..Dan disunnahkan bagi orang yang hendak shalat agar memakai pakaian yang terbaik. Dan hendaknya memakai rida’, sorban, gamis, thailasan. Dan jika ia hanya mempunyai dua, maka pakailah salah satu diantara keduanya, dan satunya lagi memakai rida’…” ( Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in, juz 1, hal 14
69. كان صلى الله عليه و سلم يلبس من الثياب ما وجد من إزار أو رداء أو قميص أو جبة أو غير ذلك وكان يعجبه الثياب الخضر وكان أكثر لباسه البياض ويقول ألبسوها أحياءكم وكفنوا فيها موتاكم
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. memakai pakaian yang dimiliki, seperti sarung, atau rida’, atau ghamis, atau jubah, atau yang lainnya.Beliau sering memakai pakaian berwarna hijau, tapi yang paling sering dipakai adalah pakaian yang berwarna putih. Dan Beliau Saw bersabda:”Pakailah oleh orang-orang hidup kalian(pakaian putih). Dan kafanilah dengannya jenazah-jenazah kalian.”(Imam Ghazali, Ihya ‘ulumiddin, juz 2, hal 372)

Pandangan Ulama tentang masalah pakaian berwarna hitam

70. وقال الشافعي رضي الله عنه من نظف ثوبه قل همه ومن طاب ريحه زاد عقله
وأما الكسوة فأحبها البياض من الثياب إذ أحب الثياب إلى الله تعالى البيض ولا يلبس ما فيه شهرة
ولبس السواد ليس من السنة ولا فيه فضل بل كره جماعة النظر إليه لأنه بدعة محدثة بعد رسول الله صلى الله عليه و سلم
“Dan berkata Imam Syafi’i r.a : “Barang siapa yang bersih pakaiannya,maka sedikit kegelisahannya. Dan barang siapa yang harum baunya, maka bertambah akalnya. Dan adapun pakaian yang paling disukai adalah pakaian yang berwarna putih. Karena pakaian yang paling dicintai Allah Swt adalah pakaian berwarna putih, yang tidaklah dipakai karena ingin mendapat ketenaran. Dan adapun pakaian berwarna hitam bukanlah bagian dari sunnah dan tidak keutamaan didalamnya, tetapi pakaian berwarna hitam dimakruhkan oleh sekelompok ulama’ untuk dilihat,karena sesungguhnya ia adalah bid’ah yang muncul setelah Rasulullah meninggal.”( Imam Ghazali, Ihya ‘ulumiddin, juz 1, hal 181)
71. و في موضع من الإحياء يكره السواد أي خلاف الأولى وقال الشيخ عز الدين إدامة لبسه بدعة وقضيته أن لابدعة في غير إدامته للأحاديث الصحيحة بلبسه صلى الله علبه وسلم له في مواضع عديدة لكن لاينافى ذالك أفضلية البياض
“Di dalam suatu bab dalam kitab Ihya terdapat keterangan yang memakruhkan pakaian berwarna hitam,yakni karena ia menyalahi yang utama. Dan berkata Syekh ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam, jika pakaian berwarna hitam sering dipakai terus menerus maka hal tersebut adalah bid’ah, tetapi tidak dikategorikan bid’ah jika tidak dipakai secara terus menerus berdasarkan hadits sahih bahwa Rasulullah Saw sering memakai pakaian hitam. Namun semua hal tersebut tidak meniadakan bahwa yang paling utama tetaplah pakaian putih.”( Syekh Sa’id bin Muhammad, Busyr al-karim, juz 1, hal 10)

72. إدامة لبس السواد ولو في النعال خلاف الأولى
“Sering memakai pakaian berwarna hitam, meskipun dalam hal sandal, maka ia menyalahi yang utama.” (Sayyid ‘Abdurahman bin ‘Umar al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, hal 86)
73. وأفضل ثيابه البيض كغيره هذا هو المشهور وذكر الغزالي في الاحياء كراهة لباسه السواد وقاله قبله أبو طالب المكى
“Dan tetaplah yang paling afdlal kesemuanya itu berwarna putih,seperti yang lainnya juga,inilah pendapat yang masyhur. Dan telah berkata imam Ghazali dalam kitab ihya’,tentang makruhnya pakaian berwarna hitam, dan itulah perkataan yang diucapkan sebelumnya oleh Abu Thalib al-Makki(pengarang kitab Qut al-Qulub).” (Imam Nawawi asy-Syafi’i, al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal 538)
Catatan: keterangan tentang makruhnya pakaian hitam ini kebanyakan ditaruh pada bab Jum’at dan Shalat. Karena itu kami menganggap bahwa diluar shalat, maka boleh-boleh saja memakai pakaian berwarna hitam, karena Syekhunal Mukarram Abah Habib Umar bin Yahya dalam berbagai keadaanya diluar shalat sering memakai pakaian berwarna hitam dan peci hitam. Dalam berbagai undangan acara resmi, Abah Habib ‘Umar sering memaka peci hitam dan jas hitam. Putra beliau pun Abah Habib ‘Ismail bin Yahya dan adiknya Syekhunal Mukarram Abah Habib Qasim bin Yahya, beliau berdua sering memakai peci hitam dan jaz hitam, juga para Kiyai Sepuh seperti Abah Rasyid Wanantara. Kami juga mendapat keterangan dari salah satu Putra Syekhunal Mukarram bahwa memang benar, ketika semasa hidupnya, Syekhunal Mukarram sering memakai baju berwarna hitam ketika beraktivitas ke ladang dan pergi ke acara resmi.”Dan Syekhunal Mukarram melarang memakai pakaian berwarna merah. Namun tentang kesemua itu(pakaian berwarna hitam) tidaklah menafikan bahwa yang paling afdlal tetaplah pakaian berwarna putih. Wallahu a’lam



DAFTAR PUSTAKA
Al-Adab asy-Syar’iyyah, Ibnu Muflih al-Hambali, Dar al-fikr-Beirut.
‘Aridloh al-Ahwadzi bi Syarh Shahih at-Tirmidzi, Ibnu al-‘Arabi al-Maliki, Dar al-Kutub al-‘Ilmiah-Beirut.
Busyr al-Karim, Syekh Sa’id bin Muhammad,
Bughyah al-Mustarsyidin, Sayyid ‘Abdurahman al-Masyhur,
Bulghah as-salik, Syekh Ahmad ash-shawi al-Maliki, Dar al-Fikr-Beirut.
Durus ‘Umdah al-Fiqh, asy-Syanqiti, Saudi Arabia.
Fath al-Bari’, al-Hafizh Ibnu Hajar, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Futuhat ar-Rabbaniyah ‘ala al-Adzkar an-Nawawiyah, Ibnu ‘Allan ash-Shidiqi, Dar al-Ihya’ at-Turasts al-‘Arabi-Beirut.
al-Furu’, Syekh Muhammad bin Muflih al-Hambali,
Fath al-Mu’in, Syekh Zainuddin al-Malibary, al-Haramain-Surabaya.
Fatawa fiqhiyah kubra, Ibnu Hajar al-Haitami, Dar al-Fikr-Beirut.
Hasyiyah ar-Raudl, Abdurahman an-Najdi, Saudi ‘Arabiya.
Al-Hawi, Qadli al-Mawardi, Dar al-Fikr-Beirut.
Hasyiyah Jamal, Syekh Sulaiman bin ‘Umar al-Jamal asy-Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Hasyiyah i’anah ath-Thalibin, Sayyid Syatha’ ad-Dimyati asy-Syafi’i, Haramain-Surabaya.
al-Ikhtiyar lita’lil al-mukhtar, Syekh ‘Abdullah bin Mahmud al-Mausuli al-Hanafi, Dar al-Fikr-Beirut.
al-Iqna’, Syekh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad asy-Syarbini al-Khatib asy-Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Ihya’ ‘ulumid ad-din, Imam Ghazali, Haramain-Surabaya
Kasysyaf al-qina’ ‘an al-‘iqna’, Syekh Manshur bin Yunus al-Buhuti asy-Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Kifayah fi ‘Ilmi ar-Riwayah, al-Khathib al-Baghdadi, tanpa tahun dan penerbit.
Al-Majalisah wa jawahir al-’Ilmi, ad-Dainuri, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam Nawawi, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Maqashid al-Hasanah, al-Hafizh as-Sakhawi, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad Ahmad, Imam Ahmad, ‘Alim al-Kutub-Beirut.
Muwaththa’, Imam Malik, Dar al-Fikr-Beirut.
Mushannaf Ibn Abi Syaibah, al-Hafizh Ibnu Abi Syaibah, Dar al-Fikr-Beirut.
Mushannaf ‘Abdur Razzaq, al-Hafizh ‘Abdur Razzaq, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad Abi Ya’la, al-Hafizh Abi Ya’la, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad Syafi’i, Imam Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad al-Bazzar, al-Hafizh Abu Bakr al-Bazzar, Dar al-Fikr-Beirut.
Musnad Abi ‘Awanah, al-Hafizh Abi ‘Awanah, Dar al-Fikr-Beirut.
Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Imam Hakim an-Naisaburi, Dar al-Fikr-Beirut.
Al-Mu’jam al-Kabir, Imam ath-Thabrani,.
Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyah, Dar al-Wafa’.
Majma’ al-anhar, Syekh Zadah al-Hanafi, Dar al-Fikr-Beirut.
Manhaj an-Naqdi fi ‘Ulum al-Hadits, Dr.Nuruddin ‘Itr., Dar al-Fikr- Beirut.
Mughn al-Muhtaj, Syekh Syamsyuddin Muhammad al-Khatib asy-Syarbini asy-Syafi’i, Dar al-Fikr- Beirut.
al-Muhadzdzab fi tafsir, Syekh ‘Ali bin Nayif asy-Syuhud, Dar ar-Rayyan li at-Turats.
Al-Qaul al-Badi’ fi ash-Shalati ‘ala al-Habib asy-Syafi’,Hafizh as-Sakhawi, Dar ar-Rayyan li at-Turats.
Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar, Ibnu ‘Abidin, Dar ‘alim al-Kutub-Riyadl.
Shahih al-Bukhari, Imam Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Dar al-Fikr-Beirut.
Shahih Muslim, Imam Muslim, Dar al-Fikr-Beirut.
Shahih Ibnu Khuzaimah, al-Hafizh Ibnu Khuzaimah, Dar al-Fikr-Beirut.
Shahih Ibnu Hibban, al-Hafizh Ibnu Hibban, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan Abu Dawud, Imam Abu Dawud, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan Ibnu Majah, Imam Ibnu Majah, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan at-Tirmidzi, Imam at-Tirmidzi, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan an-Nasai, Imam An-Nasai, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan Kubra Baihaqi, Imam Baihaqi, Dar al-Fikr-Beirut.
Sunan ad-Darimi, al-Hafizh ad-Darimi, Dar al-Fikr-Beirut.
Syarh as-Sunnah, Imam al-Baghawi, Dar al-Fikr-Beirut.
Syarh al-Musykilah al-atsar, Abu Ja’far ath-Thahawi,
Syarah Mukhtashar Khalil, Syekh Muhammad bin ‘Abdillah al-Kharasyi al-Maliki, Dar al-Fikr-Beirut.
Tanqih al-Qaul, Syekh Nawawi al-Bantani, Thaha Putra Semarang
Tafsir Ibnu Katsir, al-Hafizh Ibnu Katsir,
At-Tamadzhab, Syekh ‘Abdul Fattah al-Yafi’I,Cet. Jami’ah Sudan.
Tathhir al-Jinan wa al-Lisan, Ibnu Hajar al-Haitami, Hakikat Kitabevi-Turki
At-Ta’zhim wa al-Minnah, Imam Suyuthi, Dar al-Jawami’ al-Kalim
Tadrib ar-Rawi fi Syarh at-Taqrib an-Nawawi, Imam Suyuthi, Dar Ibn al-Jauziyah-Kairo.
Tuhfah al-Muluk, Syekh Muhammad bin Abi Bakr ar-Razi al-Hanafi, Dar al-Fikr-Beirut.
Tuhfah al-Habib, Syekh Sulaiman al-Bujairimi asy0Syafi’i, Dar al-Fikr-Beirut.
Tausyih ‘ala Ibni Qasim, Syekh Nawawi al-Bantani, al-Haramain.
DLL



Sumber: http://pengembara10123.blogspot.com/2013/05/tujuh-puluh-tiga-dalil-dalil-dan.html