(Oleh: Ustadz DR. Ali Musri)
Proses tashfiyah dan tarbiyah, pemurnian ajaran Islam dan mendidik umat dengan ajaran yang sesuai dengan syariat Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam, harus tetap menjadi langkah acuan dalam mendakwahkan Islam. Hal ini dikarenakan masih ada keyakinan-keyakinan tidak benar yang merasuki kalbu umat. Bak rumah yang berpondasi rusak, maka aqidah yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam ini pun akhirnya merusak umat dan berperan besar dalam menimbulkan perpecahan demi perpecahan. Di antara aqidah yang diyakini kebenarannya, padahal merupakan aqidah yang salah, adalah aqidah Nur Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam.
HAKIKAT AQIDAH NUR MUHAMMAD
Di antara keyakinan keliru yang digagas oleh aqthâb (tokoh) Sufi, disebarkan dan dibela oleh mereka, adalah aqidah Nur Muhammad. Mereka pun membakukan ushul (landasan-landasan) untuk membenarkan aqidah ini dalam kitab-kitab yang mereka tulis dan dalam syair-syair yang mereka susun. Hanya, meski cukup terkenal aqidah ini, namun para Ulama mereka belum satu kata dalam mendefinisikannya secara detail dan jelas. Masing-masing menyampaikannya sesuai dengan perasaan dan apa yang terbetik pada firasatnya (?!).
Mereka mengatakan, “(Yang dimaksud Nur Muhammad) bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam diciptakan dari cahaya, dan yang pertama kali diciptakan oleh Allâh Ta'âla adalah cahaya Muhammad; dan bumi seisinya diciptakan karena Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, kalaulah tidak ada beliau, maka bumi tidak akan pernah ada dan diciptakan”.
Yûsuf Ismâil an-Nabhâni salah satu pembela ideologi ini menjelaskan makna istilah yang aneh ini dengan berkata, “Ketahuilah, bahwasanya tatkala kehendak al-Haq (Allâh) berhubungan dengan penciptaan para makhluk-Nya, Allâh Ta'âla telah menampakkan haqiqat Muhammad dari cahaya-cahaya-Nya, kemudian dengan sebabnya tersingkaplah seluruh alam dari atas hingga bawahnya …….kemudian terpancarlah darinya sumber ruh-ruh, sedangkan dia (Muhammad) merupakan jenis (ruh) yang paling tinggi di atas segala jenis dan sebagai induk terbesar bagi seluruh makhluk yang ada.” [1]
Ini mengandung pengertian bahwasanya Allâh Ta'âla menciptakan Muhammad dari cahaya-Nya dan bahwa Dia Ta'âla menciptakannya sebelum penciptaan Adam, bahkan sebelum menciptakan seluruh alam. Dan bahwa segala sesuatu diciptakan dari cahaya Muhammad.
Salah satu dari tokoh mereka juga mengatakan, “Kalaulah tidak ada dia (Muhammad), matahari, bulan… bintang, lauh, dan Qolam tidak akan pernah diciptakan”.[2]
MELURUSKAN AQIDAH NUR MUHAMMAD
Apa yang mereka sampaikan di atas, adalah anggapan-anggapan yang batil dan pernyataan-pernyataan yang tidak memiliki bukti (dasar) dari al-Qur`ân maupun Hadits Nabi yang shahih. Dan tatkala mereka dimintai dalil yang shahih dan jelas serta tidak kontradiktif dengan nash-nash yang ada, mereka malah berhujjah dengan hadits-hadits yang seluruhnya berderajat maudhû (palsu). Di antaranya:
1. | Kalau tidak ada kamu, bintang-bintang tidak Ku ciptakan[3] | |
2. | Aku menjadi nabi, sedang Adam, air dan tanah belum ada[4] | |
3. | Sesungguhnya dia (Muhammad) dulu adalah cahaya yang ada di sekeliling Arsy. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Jibril, aku dulu adalah cahaya itu”[5] |
Hadits-hadits ini berderajat palsu, sementara sanad (para perawi yang meriwayatkannya) dan matannya (teks haditsnya) pun munkar. Sungguh aneh, mereka menggunakan hadits-hadits palsu ini untuk menguatkan aqidah Nur Muhammad. Apakah pantas hadits-hadits seperti ini dijadikan hujjah (dasar) dalam agama?! Bagaimana mereka bisa menggunakan hadits-hadits tersebut sebagai hujjah padahal bertentangan dengan firman Allâh Ta'âla:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. ad-Dzâriyât/51:56)
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. ad-Dzâriyât/51:56)
Sungguh Allâh Ta'âla telah menjelaskan dalam ayat ini bahwa Dia Ta'âla tidak menciptakan jin dan manusia seluruhnya termasuk Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam kecuali untuk tujuan ibadah kepada-Nya saja.
Mereka mengadopsi kesesatan ini, agar dapat menghilangkan makna tauhid. Bagaimana bisa khurofat ini melekat pada sebagian akal kaum Muslimin, seolah-olah mereka belum pernah membaca ayat di atas. Mungkin saja, karena kebodohan (tentang agama) yang terlalu parah telah mempermainkan akal mereka.
Tentang keyakinan mereka bahwa Nabi Muhammad berasal dari cahaya, bukan seperti manusia dalam hal penciptaannya, keyakinan tersebut bertentangan dengan nash-nash yang telah ada dalam al-Qur`ân, seperti firman Allâh Ta'âla :
Katakanlah, “Maha suci Rabbku,
bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”
(QS. al-Isrâ/16:93)
bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”
(QS. al-Isrâ/16:93)
Dan juga menyelisihi firman Allâh Ta'âla berikut yang menyatakan adanya nabi dan rasul sebelum beliau:
Katakanlah, “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul”.
(QS. al-Ahqâf/46:9)
(QS. al-Ahqâf/46:9)
Barang siapa yang mengingkari Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam sebagai manusia dan meyakininya berasal dari cahaya yang tidak memiliki bayangan, sungguh orang tersebut telah menghina Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, walaupun sebenarnya ia ingin mengagungkan beliau.
Syaikh Ibnu Bâz rahimahullâh berkata tentang aqidah Nur Muhammad, “Sehubungan dengan perkataan sebagian orang dan khurofi, serta kalangan Sufi bahwa beliau (Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam) diciptakan dari cahaya atau yang pertama kali diciptakan adalah cahaya Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, ini semua kabar (riwayat) yang tidak ada asalnya, seluruhnya kebatilan, merupakan berita palsu yang tidak ada dasarnya (sama sekali) sebagaimana telah disebutkan di muka”.
Beliau rahimahullâh juga mengatakan, “(Pernyataan) bahwa dunia diciptakan karena (Nabi) Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, kalau tidak ada Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam maka dunia tidak akan pernah ada, juga tidak akan diciptakan makhluk (lainnya), ini merupakan kebatilan, tidak ada asalnya, ini perkataan yang rusak. Allâh Ta'âla menciptakan dunia agar Dia Ta'âla dikenal, diketahui dan diibadahi (oleh makhluk, manusia). Allâh Ta'âla menciptakan dunia dan seluruh makhluk agar dikenal melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya, kekuasaan dan ilmu-Nya, agar diibadahi, tidak ada sekutu bagi-Nya, bukan karena (Nabi) Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, (Nabi) Nuh 'alaihissalam, ataupun (Nabi) Isa 'alaihissalam maupun nabi lainnya. Allâh Ta'âla menciptakan seluruh makhluk agar mereka beribadah kepada-Nya.
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. ad-Dzâriyât/51:56)
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. ad-Dzâriyât/51:56)
Di sini, Allâh Ta'âla menjelaskan bahwa Dia menciptakan mereka agar beribadah kepada-Nya, bukan karena Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam termasuk dalam kandungan ayat di atas, diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allâh Ta'âla :
Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)
(QS. al-Hijr/15:99)
(QS. al-Hijr/15:99)
Allâh Ta'âla berfirman:
Allâh-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.
Perintah Allâh berlaku padanya,
agar kamu mengetahui bahwasanya Allâh Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan Sesungguhnya Allâh ilmu- Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
(QS. ath-Thalâq/65:12)
Perintah Allâh berlaku padanya,
agar kamu mengetahui bahwasanya Allâh Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan Sesungguhnya Allâh ilmu- Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
(QS. ath-Thalâq/65:12)
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah
(QS. Shâd/38:27)
(QS. Shâd/38:27)
Beliau rahimahullâh juga mengatakan: “Ini semua yang engkau dengar (ada di tengah masyarakat) merupakan kebatilan, tidak ada dasarnya sama sekali (dalam Islam), Allâh Ta'âla tidak menciptakan makhluk, tidak jin, manusia, langit dan bumi dan makhluk lainnya lantaran Muhammad, bukan juga karena rasul yang lain. Akan tetapi, Allâh Ta'âla menciptakan semua makhluk dan dunia dengan tujuan agar Allâh Ta'âla diibadahi dan menjadi sarana mengenal nama-nama dan sifat-sifat- Nya”.[6]
Dengan demikian, sudah jelas, penyimpangan aqidah Nur Muhammad yang diyakini oleh sebagian orang (kaum Sufi). Sebuah keyakinan yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad kepada umat Islam. Maka, harus disingkirkan jauh-jauh dari umat Islam. Wallâhu a’lam.
[1] | Al-Anwâr al-Muhammadiyyah hlm. 9 |
[2] | Tanbîhul Hudzdzâq hlm. 27, nukilan dari Huqûqin Nabiyyi, DR. Muhammad Khalîfah at-Tamîmi, 2/714 |
[3] | As-Silsilah adh-Dha’îfah hadits no. 282 |
[4] | As-Silsilah adh-Dha’îfah hadits no. 303 |
[5] | As-Silsilah adh-Dha’îfah hadits no. 1/474 |
[6] | Fatâwa Nûr ‘ala ad-Darb 1/96-100 |
0 komentar:
Posting Komentar